DOMINASI
PRODUK CINA
DI
INDONESIA
DI
SUSUN OLEH:
SUKMIKA
MARDALENA
Politik
dan Pemerintahan Negara Asia Timur - Kelas A
Dosen Pengampu:
Tri Joko Waluyo
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2012
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menolong
hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin Penulis tidak akan sanggup menyelesaikan makalah yang berjudul
“ Dominasi produk Cina di Indonesia ” ini
dengan baik dan lancar.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan, dan mempelajari bagaimana
awalmula berkembangnya dominasi asing dalam perekonomian Indonesia, hingga
akhirnya Indonesia tidak mampu membendung dominasi Cina serta solusi yang tepat
terkait masalah tersebut.
Makalah
ini di susun dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah
ini dapat terselesaikan. Untuk
itu Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Dalam Penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat Penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Pekanbaru, Agustus
2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR
ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang ........................................................................................ 1
2.
Metode Penulisan ................................................................................... 1
3. Tujuan
dan manfaat ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Penyebab
Dominasi Perusahaan Asing di Indonesia .............................. 3
2. Perekonomian
Cina ................................................................................. 3
3. Perekonomian
Indonesia ......................................................................... 7
4. Hubungan
Indonesia-Cina ...................................................................... 8
5. Rahasia
dibalik Kesuksesan Produk Cina menguasai Pasar Dunia ......... 10
6. Dominasi
Produk Cina di Indonesia ....................................................... 14
7. Dampak
Ketergantungan Indonesia terhadap Produk Cina ................... 16
8. Solusi
terhadap Dominasi Produk Cina di Indonesia ............................. 17
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Persoalan mengenai ketergantungan
Indonesia terhadap produk Cina selalu memberikan kesan yang menarik untuk di
bahas. Tidak dapat di pungkiri bahwa
dominasi produk-produk buatan Cina telah membanjiri pasar domestik Indonesia.
Berbagai produk dengan kualitas yang cukup baik namun di jual dengan harga yang
murah menarik perhatian masyarakat bahkan melebihi peminat terhadap
barang dalam negri sendiri. Selain dengan harga relatife rendah, produk
Cina juga terlihat lebih modern dan mengikuti perkembangan zaman sekarang,
mungkin sebagian masyarakat sekarang yang up to date selalu memilih produk Cina
untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
Secara ekonomi, Cina meskipun
negara komunis, penduduknya adalah beberapa kapitalis yang terbaik di planet
ini dengan sejarah sebuah kapal tua yang membawa seribu orang terlibat dalam
perdagangan dengan pelabuhan-pelabuhan jauh. Seiring dengan perkembangan
jamannya, masyarakat cina yang sudah lama melebarkan sayap bisnis di Indonesia
semakin lam semakin bertambah pesat. Dengan kekuatan otak dan skill yang mereka
punya, maka bisnis yang mereka jalani semakin bertambah maju.
Sudah bukan rahasia, bangsa
Indonesia mengalami ketergantungan terhadap produk-produk buatan China. Jika
tidak segera ditindak lanjuti, hal tersebut tentu akan mengakibatkan dampak
buruk bagi bangsa Indonesia. Semakin
banyaknya dominasi Cina, maka semakin sedikit peranan dan perkembangan ekonomi
dalam negri. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “produk cina jadi raja, industri lokal tak berdaya”.
Oleh sebab itu baik pemerintah dan
segenap masyarakat Indonesia harus melakukan berbagai cara untuk mengurangi
dominasi produk Cina di Indonesia.
2.
Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah
metode penulisan referensi dan pembahasan. Yang mana penulis menggunakan banyak
literature dalam penulisan makalah ini, seperti buku-buku, internet, dan
sumber-sumber lain. Dalam penulisan makalah ini penulis juga melakukan
pembahasan mengenai apa-apa saja yang perlu di ambil dan di jadikan referensi.
Dalam pembahasan penulis menyaring semua
informasi yang ada dan merangkumnya menjadi sebuah makalah yang utuh dan
lengkap. Metode penulisan yang penulis gunakan ini memiliki kelebihan dari
metode-metode yang lain karena selain sederhana, metode ini juga paling gampang
untuk di mengerti dan diolah karena sumbernya berasal dari buku-buku.
3.
Tujuan dan Manfaat
3.1 Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah ’’ Politik dan Pemerintahan Negara Asia Timur ’’ yang diberikan
pada penulis serta untuk memberikan gambaran umum mengenai bagaimana dominasi
produk-produk dari Cina yang telah membanjiri pasar domestik Indonesia.
3.2 Manfaat
Sedangkan manfaat dari makalah ini
adalah diharapkan dapat :
1.
Menambah
wawasan pembaca khususnya mahasiswa mengenai hubungan perekonomian Cina dan
Indonesia,
2.
Menaruh minat dan mendorong pembaca
terutama mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman dan mencari jalan keluar dalam
permasalahan kekhawatiran atas dominasi Cina di Indonesia,
3.
Mendorong
pembaca untuk lebih mencintai produk dalam negeri dll.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Penyebab
Dominasi Perusahaan Asing di Indonesia
Membanjirnya perusahaan asing di
Indonesia membuat iklim persaingan bisnis semakin memanas. Tidak sedikit
perusahaan lokal dikerdilkan oleh kedigdayaan perusahaan non pribumi. Adapun
penyebab dominasi perusahaan asing di Indonesia adalah :
a. Karena
pemberlakuan kebijakan ekonomi liberal melalui beberapa kesepakatan seperti;
WTO, ACFTA dan ASEAN Economy Community.
Kesepakatan
tersebut akan memberikan dua dampak. Satu sisi akan menarik banyak investor,
tapi di sisi lain justru akan menggerus bisnis domestik, khususnya para
pengusaha kecil dan menengah. Misalnya, gempuran barang-barang kosmetik dan
furnitur dari Cina, kedai/toko convience store asing, produk tektil serta
manufaktur.
b.
Penyebab kedua karena ketidaksiapan
pemerintah dalam menghadapi liberalisasi ekonomi. Jika liberalisasi ekonomi
tetap dilakoni tanpa adanya perbaikan regulasi, kerugian negara akan semakin
besar, baik yang terlihat maupun yang tidak. Indonesia hanya akan dijadikan
sebagai pasar dan penonton dalam banyak industri. Kondisi seperti itu sudah bisa terlihat dibeberapa sektor
seperti : F&B dan FMCG. [1]
Oleh
sebab itu untuk lepas dari dominasi produk Cina, beberapa langkah perlu
dilakukan. Pemerintah harus melindungi pasar domestik serta
memberdayakan pedagang dalam negeri, agar produk lokal mampu bersaing dengan
asing.
2.
Perekonomian
Cina
Cina mencirikan ekonominya sebagai Sosialisme dengan ciri Cina. Sejak akhir 1978, kepemimpinan Cina telah memperharui ekonomi dari ekonomi terencana Soviet
ke ekonomi yang berorientasi-pasar tapi masih dalam kerangka kerja politik yang
kaku dari Partai Komunis. Untuk itu para pejabat meningkatkan kekuasaan pejabat
lokal dan memasang manajer dalam industri, mengijinkan perusahaan skala-kecil dalam jasa
dan produksi ringan, dan membuka ekonomi terhadap
perdagangan asing dan investasi. Kearah ini pemerintah mengganti ke sistem
pertanggungjawaban para keluaga dalam pertanian dalam penggantian sistem lama yang berdasarkan
penggabunggan, menambah kuasa pegawai setempat dan pengurus kilang dalam industri, dan membolehkan pelbagai usahawan dalam
layanan dan perkilangan
ringan, dan membuka ekonomi pada perdagangan dan pelabuhan asing. Pengawasan
harga juga telah dilonggarkan. Ini mengakibatkan Cina daratan berubah dari ekonomi
terpimpin menjadi ekonomi
campuran.
Pemerintah RRC tidak suka
menekankan kesamarataan saat mulai membangun ekonominya, sebaliknya pemerintah
menekankan peningkatan pendapatan pribadi dan konsumsi dan memperkenalkan
sistem manajemen baru untuk meningkatkan produktivitas. Pemerintah juga
memfokuskan diri dalam perdagangan asing sebagai kendaraan utama untuk
pertumbuhan ekonomi, untuk itu mereka mendirikan lebih dari 2000 Zona
Ekonomi Khusus (Special Economic Zones, SEZ) di mana hukum investasi
direnggangkan untuk menarik modal asing. Hasilnya adalah PDB yang berlipat empat sejak 1978. Pada 1999 dengan jumlah populasi 1,25 milyar orang dan PDB
hanya $3.800 per kapita, Cina menjadi ekonomi keenam terbesar di dunia dari
segi nilai tukar dan ketiga terbesar di dunia setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam daya beli. Pendapatan
tahunan rata-rata pekerja Cina adalah $1.300. Perkembangan ekonomi Cina
diyakini sebagai salah satu yang tercepat di dunia, sekitar 7-8% per tahun
menurut statistik pemerintah Cina. Ini menjadikan Cina sebagai fokus utama
dunia pada masa kini dengan hampir semua negara, termasuk negara Barat yang
mengkritik Cina, ingin sekali menjalin hubungan perdagangan dengannya. Cina
sejak tanggal 1 Januari 2002 telah menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia.
Cina daratan terkenal sebagai
tempat produksi biaya rendah untuk menjalankan aktivitas pengilangan, dan ketiadaan serikat
sekerja amat menarik bagi pengurus-pengurus perusahaan asing, terutama karena
banyaknya tenaga kerja murah. Pekerja di pabrik Cina biasanya dibayar 50 sen - 1
dolar Amerika per jam (rata-rata $0,86), dibandingkan dengan $2 sampai $2,5 di Meksiko dan $8.50 sampai $20 di AS. Buruh-buruh RRC
ini seringkali terpaksa bekerja keras di kawasan berbahaya dan mudah ditindas
majikan karena tiada undang-undang dan serikat sekerja yang bisa melindungi hak
mereka.
Pada
akhir 2001, tarif listrik rata-rata di Provinsi Guangdong adalah 0,72 yuan (9 sen
Amerika) per kilowatt jam, lebih tinggi dari level rata-rata di Cina daratan
0,368 yuan (4 sen AS). Cina resmi menghapuskan "direct budgetary
outlays" untuk ekspor pada 1 Januari 1991. Namun, diyakini banyak produsen ekspor Cina
menerima banyak subsidi lainnya. Bentuk subsidi ekspor lainnya termasuk energi,
bahan material atau penyediaan tenaga kerja. Ekspor dari produk agkrikultur,
seperti jagung dan katun, masih menikmati subsidi ekspor langsung.
Namun, Cina telah mengurangi jumlah subsidi ekspor jagung pada 1999 dan 2000.[2]
Biaya
bahan mentah yang rendah merupakan satu lagi aspek ekonomi Cina. Ini disebabkan
persaingan di sekitarnya yang menyebabkan hasil berlebihan yang turut
menurunkan biaya pembelian bahan mentah. Ada juga pengawasan harga dan jaminan
sumber-sumber yang tinggal dari sistem ekonomi lama berdasarkan Soviet. Saat negara terus menswastakan
perusahaan-perusahaan miliknya dan pekerja berpindah ke sektor yang lebih
menguntungkan, pengaruh yang bersifat deflasi ini akan terus menambahkan
tekanan keatas harga dalam ekonomi.Insentif pajak "preferensial"
adalah salah satu contoh lainnya dari subsidi ekspor. Cina mencoba
mengharmoniskan sistem pajak dan bea cukai yang dijalankan di perusahaan
domestik dan asing. Sebagai hasil, pajak "preferensial" dan kebijakan
bea cukai yang menguntungkan eksportir dalam zona ekonomi spesial dan kota
pelabuhan telah ditargetkan untuk diperbaharui.
Ekspor
Cina ke Amerika Serikat sejumlah $125 milyar pada 2002; ekspor Amerika ke Cina
sejumlah $19 milyar. Perbedaan ini desebabkan utamanya atas fakta bahwa orang
Amerika mengkonsumsi lebih dari yang mereka produksi dan orang Cina yang
dibayar rendah tidak mampu membeli produk mahal Amerika. Amerika sendiri
membeli lebih dari yang dibuatnya dan sekalipun rakyat RRC ingin membeli
barangan buatan Amerika, mereka tidak dapat berbuat demikian karena harga
barang Amerika terlalu tinggi. Faktor lainnya adalah pertukaran
valuta yang tidak menguntungkan antara Yuan Cina dan dolar AS yang di"kunci" karena RRC
mengikatkannya kepada kadar tetap 8 renminbi pada 1 dolar. Pada 21 Juli 2005, Bank
Rakyat Cina mengumumkan untuk membolehkan mata uang renminbi ditentukan oleh
pasaran, dan membolehkan kenaikan 0,3% sehari. . Ekspor Cina ke Amerika Serikat
meningkat 20% per tahun, lebih cepat dari ekspor AS ke Cina. Dengan penghapusan
kuota tekstil, RRC sudah tentu akan menguasai sebagian besar pasaran baju
dunia.
Pada
2003, PDB Cina dari segi purchasing power parity mencapai $6,4 trilyun,
menjadi terbesar kedua di dunia. Menggunakan penghitungan konvensional Cina
diurutkan di posisi ke-7. Meski jumlah populasinya sangat besar, ini masih
hanya memberikan PNB rata-rata per orang hanya sekitar $5.000, sekitar 1/7
Amerika Serikat. Laporan pertumbuhan ekonomi resmi untuk 2003 adalah 9,1%.
Diperkirakan oleh CIA pada 2002 bahwa agrikultur menyumbangkan sebesar
14,5% dari PNB Cina, industri dan konstruksi sekitar 51,7% dan
jasa sekitar 33,8%. Pendapatan rata-rata pedesaan sekitar sepertiga di daerah
perkotaan, sebuah perbedaan yang telah melebar di dekade terakhir.
Pada tahun 1978 total panjang jalan raya di Cina hanya 89.200 km, dan pada tahun 2002 meningkat tajam menjadi 170.000 km. Pada tahun 1988, jalan tol pertama dibuka dengan total panjang 185 km, sementara pada tahun 2001 sudah mencapai 19.000 km. Untuk pelabuhan, setidaknya saat ini Cina memiliki 3.800 pelabuhan angkut, 300 di antaranya dapat menerima kapal berkapasitas 10.000 MT. Tahun 2001, Cina menghasilkan tenaga listrik sebesar 14,78 triliun kwh. Dan, direncanakan pada tahun 2009, Cina bakal mengoperasikan PLTA terbesar di dunia yang menghasilkan tenaga listik sebesar 84,7 triliun kwh. Sementara, untuk saluran telepon (fixed line), pada tahun 2002 Cina memiliki 207 juta sambungan. Padahal, tahun 1989 hanya ada 5,68 juta sambungan.
Sebuah studi terakhir menunjukkan bahwa negara-negara berkembang di Asia Timur membutuhkan lebih dari 200 miliar dolar AS per tahunnya selama 2006-2010 untuk membangun infrastrukturnya. Dari total kebutuhan tersebut, sebagian besar (80%) merupakan kebutuhan Cina dalam membangun infrastruktur (lihat, misalnya, mega proyek Three Gorges Dam, Kereta Api Super Cepat Beijing-Shanghai, dan sebagainya).
Oleh
karena ukurannya yang amat luas dan budaya yang amat panjang sejarahnya, RRC mempunyai
tradisi sebagai sebuah negara penguasa ekonomi. Dalam kata Ming Zeng, profesor pengurus di Shanghai,
“Dalam sebagian statistik,
pada pengujung abad ke 16 sekalipun, RRC mempunyai sepertiga PDB.
Amerika Serikat
yang gagah pada masa kini hanya mempunyai 20%. Jadi, jika Anda membuat
perbandingan sejarah ini, tiga atau empat ratus tahun terdahulu, Cina tentulah
kuasa terbesar dunia. Percobaan mewujudkan kembali keadaan yang membanggakan
ini sudah tentu adalah salah suatu tujuan orang Tionghoa”.
Maka
tidak mengherankan fenomena kebanjiran orang bukan Tionghoa dunia yang lain mau
mempelajari Bahasa
Tionghoa ini dan kegeraman Amerika dan Barat terhadap Cina secara umum terjadi
pada skenario politik dunia pada hari ini.
Akan
tetapi, jurang pengagihan kekayaan di antara pesisiran pantai dan
kawasan pendalaman Cina masih amat besar. Untuk menandingi keadaan yang
berpotensi mengundang bahaya ini, pemerintah melaksanakan strategi Pembangunan Cina Barat pada tahun 2000, Pembangunan Kembali Cina Timur Laut pada tahun 2003, dan Kebangkitan Kawasan Cina Tengah pada tahun 2004, semuanya
bertujuan membantu kawasan pedalaman Cina turut membangun bersama.
3.
Perekonomian
Indonesia
Struktur ekonomi atau komposisi
ekonomi Indonesia dapat dilihat dari komposisi GNP, dari segi lapangan kerja
atau employment dan dari segi hubungan ekonomi Internasional. Dari segi
komposisi GNP atau sector ekomoni, pada umunya dilihat dari segi sector industry
dan sektor pertanian.
Apabila dilihat dari segi sector
industry dan pertanian, maka Indonesia sampai dewasa ini terlihat bahwa sector
pertaniannya masih dominan (dalam arti lebih dari 20% GNP). Jadi perekonomian
Indonesia bersifat agraris atau berorientasi pada sector pertanian. Sudak tentu
pertanian dalam arti luas yang meliputi pula sector kehutanan, perkebunan,
perikanan, holtikultura, dan lain-lain. Pembangunan ekonomi dalam hal ini
berarti industrilisasi, yaitu perekonomian yang berorientasi pertanian diubah
ke orientasi sector industry. Struktur industrial berarti bahwa sector industry
akan meliputi paling tidak 20% dari GNP.
Selain itu perekonomian Indonesia masih bersifat atau berorientasi pada
ekspor-impor atau perniagaan luar negeri (internasional). Ketergantungan ekspor
yang terdiri dari produk primer dan ketergantunganimpor yang masih produk
sekunder ( hasil industry berupa barang-barang jadi dan spare-parts untuk
industry) dengan industrilisasi akan diubah kea rah ekspor barang atau produk sekunder
(dan jasa) dan impor barang-barang komplementer dan jasa.
Sedangkan
dalam arti formal, perekonomian Indonesia atau system ekonomi Indonesia
menggunakan system ekonomi Pancasila dan system ekonomi yang berdasarkan UUD
1945 ( utamanya semua pasal yang berasal
dari idea Dr. Mohammad Hatta, yaitu pasal 33, pasal 34, dan lain-lain).[3]
Pada kenyataannya, krisis nilai tukar telah menurunkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak
bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga
dan triwulan keempat menurun menjadi 2,45 persen dan 1,37 persen. Pada triwulan
pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia
sebesar 8,46 persen dan 6,77 persen. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat
pertumbuhan negatif sebesar -6,21 persen.
Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari
masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan
ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang
terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar
negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya
tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998
diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran
selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada
triwulan kedua tahun 1998.
Sementara itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998
menunjukkan pertumbuhan ekspor nonmigas yang menggembirakan yaitu sekitar 16
persen. Laju pertumbuhan ini dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin
kompetitif dengan merosotnya nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan
surplus perdagangan melonjak menjadi 1,97 miliar dollar AS dibandingkan dengan
206,1 juta dollar AS pada bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam
merupakan faktor lain terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998
turun sebesar 38 persen sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.
4.
Hubungan
Indonesia-China
Hubungan Indonesia China memiliki
akar sejarah yang panjang. Interaksi antara nenek moyang bangsa China dengan
nenek moyang bangsa Indonesia telah dimulai sejak 2000 tahun lalu. Hubungan
erat ini menemukan momentum simboliknya dalam kisah perjalanan muhibah Cheng Ho
yang sangat sangat masyhur pada abad 14. Salah satu bukti budaya yang
menunjukkan interaksi itu adalah bedug yang digunakan (hanya) oleh
masjid-masjid di Indonesia. Bedug itu merupakan bawaan dari China.
Di era modern, hubungan kedua negara
dimulai tahun 1950, tahun kedua setelah RRC didirikan oleh Partai Komunis China
(PKC) pada tahun 1949. Indonesia tercatat sebagai negara pertama yang mengakui
berdirinya China baru di bawah pemerintahan komunis. Selanjutnya di era
Soekarno, hubungan kedua negara pernah sangat erat, ditandai dengan
terbentuknya Poros Jakarta-Peking yang menjadi simbol kedekatan Indonesia
dengan komunisme kala itu. Tahun 1955 saat digelar Konferensi Asia Afrika (KAA)
di Bandung, Perdana Menteri China Zhou Enlai datang sebagai delegasi China.
KAA sendiri bagi China merupakan
momentum sejarah penting. Di sanalah eksistensi China sebagai negara baru
dikukuhkan di dunia internasional. Karena itu tak heran jika cerita tentang KAA
bisa ditemukan di kurikulum mata pelajaran sejarah di sekolah-sekolah China.
Warga China yang berkunjung ke Indonesia juga kerap menyempatkan diri
mengunjungi Museum KAA di Bandung. Dalam seminar yang saya ikuti itu, tampak
sekali bagaimana para delegasi China memandang penting momentum KAA dengan
berulang kali menyebutnya dalam speech mereka.
Setelah Soekarno jatuh, hubungan
Indonesia-China memburuk. Tahun 1967, Soeharto yang tengah membangun dinasti Orde
Baru memutuskan hubungan diplomatic dengan China. Maklum, Seoharto menggunakan
komunisme sebagai kambing hitam untuk melegitimasi kekuasaannya, dan China
adalah salah satu punggawa komunisme dunia. Maka bisa dipahami jika Soeharto
memilih untuk menjauhi China dan merapat ke Barat, terutama Amerika. Hubungan
kedua negara baru kembali normal pada tahun 1990 setelah 12 tahun sebelumnya
China mencanangkan reformasi dan keterbukaan.
Hubungan kedua negara mulai
berkembang pesat setelah reformasi 1998 Indonesia digulirkan. Krisis financial
Asia 1997 memberi pelajaran bagi Indonesia dan negara-negara di kawasan bahwa
mereka perlu menjalin hubungan lebih erat dengan negara-negara Asia Timur,
khususnya China, untuk mencegah pengalaman serupa terulang. Maka sejak itu
hubungan Indonesia-China semakin erat.
Puncaknya adalah ditandatanganinya
deklarasi kemitraan strategis Indonesia-China oleh Presiden SBY dan Presiden Hu
Jintao pada April 2005 yang dilanjutkan dengan penandatanganan rencana aksi (plan
of action) pada 21 Januari 2010 lalu. Selama rentang waktu 5 tahun itu,
misalnya, hubungan perdagangan kedua negara terus meningkat. Sebagai gambaran,
pada tahun 2005 kedua negara menargetkan volume perdagangan antarkeduanya akan
meningkat mencapai angka 30 miliar dolar dalam 5 tahun, atau dengan kata lain
di tahun 2010. Namun target itu telah tercapai pada tahun 2008. Mengingat
pesatnya pertumbuhan volume dagang antar dua negara, maka target pun dinaikkan
menjadi 50 miliar dolar pada tahun 2015.
Namun tentu saja angka bukan
segalanya. Selain aspek kuantitatif, aspek kualitatif juga penting untuk
diperhatikan. Hubungan ekonomi kedua negara tidak bisa semata-mata dilihat dari
meningkatnya volume perdagangan. Maka, ada tiga prinsip yang disepakati
keduanya agar hubungan ekonomi yang terjalin tidak semata-mata bagus dari segi
kuantitas, tetapi juga tinggi dari segi kualitas. Tiga prinsip itu adalah saling
berimbang, berkelanjutan, dan saling menguntungkan. [4]
5. Rahasia dibalik Kesuksesan Produk Cina
Menguasai Pasar Dunia
Di saat negara kita sedang berjuang mati-matian untuk
meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, di lain pihak Cina
justru mengalami tekanan dari dunia agar mau mengambangkan nilai mata uangnya
yang dinilai dipatok terlau rendah. Pematokan nilai yuan yang sudah dilakukan
semenjak tahun 1994 ini diprotes karena dianggap sebagai penyebab utama
miringnya harga produk-produk Cina di pasaran dunia (Sarnianto, 2004).
Kekhawatiran tersebut memang beralasan melihat hampir dapat dikatakan
produk-produk berlabel made in China medominasi pasar dunia mulai dari sekedar
peniti sampai perangkat elektronika canggih.
Banyak faktor yang mendorong perekonomian Cina sehingga bisa
menjadi seperti sekarang ini, dimana dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata
diatas 7% setiap tahunnya telah mengantarkan Cina sebagai salah satu raksasa
perekonomian dunia. Faktor nilai tukar mata uang sudah pasti bukanlah
satu-satunya penyebab produk-produk negara dengan populasi terbesar di dunia
ini mampu berjaya menguasai pasar dunia. Hal ini tentu saja dapat dimaklumi
mengingat kalau hanya faktor itu, seharusnya Indonesia juga sudah bisa
mengambil mamfaat dari nilai tukar rupiah yang sangat menyedihkan.
Salah satu hal lain yang lebih penting dari itu adalah faktor
apakah yang menyebabkan Cina bisa begitu produktif untuk dapat menghasilkan
produk-produk berkualitas yang sangat diterima oleh pasar dunia. Negara-negara
G-7 saja bahkan secara terang-terangan merangkul Cina yang saat ini menduduki
peringkat keempat dalam perdagangan dunia, di bawah AS, Jerman dan Jepang untuk
mau berbagi dan berbicara dalam forum mereka (Pikiran Rakyat, 2 Oktober 2004).
Ternyata selain karena aliran modal asing dan teknologi tinggi, yang justru
sangat menarik dari pengalaman Cina adalah besarnya peran Usaha Kecil dan
Menegah (UKM) dan bisnis swasta daerah yang disebut sebagai Township and
Village Enterprises (TVEs) dalam menopang kekuatan ekspornya.
Peran
Penting TVEs Bagi Perekonomian Cina
Sumbangsih TVEs bagi perekonomian Cina memang tidak bisa
disepelekan. TVEs yang semula merupakan perkembangan dari industri pedesaan
yang digalakkan oleh pemerintah Cina. Jika pada tahun 1960 jumlahnya hanya
sekitar 117 ribu, namun semenjak reformasi tahun 1978 jumlahnya mengalami
pertumbuhan spektakuler menjadi 1,52 juta. Apabila dilihat dari sisi penyediaan
lapangan kerja, TVEs di akhir tahun 1990-an telah menampung setengah dari
tenaga kerja di pedesaan Cina.
Walaupun perkembangan TVEs ini sempat mengalami pasang surut
dan tidak merata di seluruh wilayah Cina, namun secara rata-rata mengalami
pertumbuhan yang sangat mengesankan. Produksi dari TVEs meningkat dengan rata-rata 22,9 persen pada periode
1978-1994. Secara nasional, output TVEs pada tahun 1994 mencapai 42% dari
seluruh produksi nasional. Sedangkan untuk volume ekspor, TVEs memberikan
kontribusi sebesar sepertiga dari volume total ekspor Cina pada tahun 1990-an
(Pamuji, 2004).
Dilihat dari sisi
perdagangan secara angka di atas kertas memang masih terlihat bahwa ekspor kita
masih surplus dibanding Cina. Menurut data yang diperoleh dari Dubes RI di
China, bahwa tepatnya sampai dengan 3 Agustus 2004 dilihat dari sudut pandang
perdagangan luar negeri China, saat ini Indonesia merupakan negara tujuan
ekspor urutan ke-17 dengan nilai 2,66 miliar dollar AS atau 1,03 persen dari
total ekspor China yang mencapai nilai 258,21 miliar dollar AS. Indonesia
juga menjadi negara asal impor ke-17 bagi China dengan nilai ekspor 3,44 miliar
dollar AS (Osa, 2004).
Akan tetapi dalam kenyataan di lapangan tampak bahwa
barang-barang produksi Cina terlihat di mana-mana. Kita tidak menutup mata
bahwa banyak produk dari negeri panda tersebut yang masuk secara ilegal ke
Indonesia sehingga tidak ikut tercatat secara resmi dalam laporan tersebut.
Namun penjelasan dari Ketua Umum Kadin Indonesia Komite Cina, Sharif Cicip
Sutardjo sangat masuk akal. Sebagaimana dikutip dari wawancara dengan Sinar
Harapan dijelaskan bahwa ekspor Indonesia ke Cina memang besar namun sebagian
besar merupakan bahan mentah dengan jumlah item yang sangat sedikit, kurang
lebih hanya 15 item seperti migas, CPO, karet, kayu, dan lain-lain. Sedangkan
dari Cina kita mengimpor ratusan item, mulai dari ampas, hasil pertanian,
peralatan sampai ke motor dan mobil. Sebagian besar perusahaan yang
menghasilkan produk-produk itu semua di Cina hanyalah industri swasta, UKM atau
TVEs (www.sinarharapan.co.id/ ekonomi/industri/2003/1224/ind2.html).
Kenyataan ini sungguh berkebalikan dengan keadaan UKM kita
yang kurang diberdayakan padahal memiliki potensi yang sangat besar. Jumlah UKM
mencakup 99 % dari total seluruh industri di Indonesia dan menyerap sekitar 56
% dari jumlah total seluruh pekerja Indonesia (Rochman, 2003). Untuk itu sangat
perlu kita lihat upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah Cina untuk
memajukan industri swasta khusunya UKM, mengingat UKM kita juga sebenarnya
punya kemampuan. Hal ini terbukti pada saat krisis moneter justru sektor UKM
yang mampu bertahan.
Usaha
Pemerintah Cina yang Dirintis Sejak Lama
Apa yang sekarang Cina nikmati dari industrinya terutama TVEs
merupakan hasil usaha bertahun-tahun. Pada tahun 1986 dipimpin oleh State
Science and Technology Commission (SSTC) Cina memperkenalkan Torch Program yang
bertujuan untuk mengembangkan penemuan-penemuan dan penelitian-penelitian oleh
universitas dan lembaga riset pemerintah untuk keperluan komersialisasi. Hasil
yang diperoleh kemudian ditindaklanjuti dengan membuat New Technology
Enterprises (NTEs). Selanjutnya SSTC mengembangkan 52 high-tchnology zones yang
serupa dengan research park di Amerika dengan bertumpu pada NTEs tadi (Mufson,
1998). Walaupun NTEs ini bersifat perusahaan bersakala besar namun kedepannya
memiliki peran sebagai basis dalam pengembangan teknologi untuk
industri-industri kecil dan menengah.
Pemerintah Cina kemudian masih dengan SSTC mengeluarkan
kebijakan untuk mendukung TVEs yang disebut sebagai The Spark Plan. Kebijakan
ini terdiri dari 3 kegiatan utama yang berangkaian. Pertama, memberikan
pelatihan bagi 200.000 pemuda desa setiap tahunnya berupa satu atau dua teknik
yang dapat diterapkan di daerahnya. Kegiatan kedua dilakukan dengan lembaga
riset di tingkat pusat dan tingkat provinsi guna membangun peralatan teknologi
yang siap pakai di pedesaan. Dan yang ketiga adalah dengan mendirikan 500 TVEs
yang berkualitas sebagai pilot project (Pamuji, 2004).
Pemerintah Cina juga berusaha menempatkan diri sebagai
pelayan dengan menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh industri.
Mulai dari hal yang paling essensial dalam memulai sebuah usaha yaitu birokrasi
perizinan yang mudah dan cepat, dimana dalam sebuah artikel dikatakan bahwa
untuk memulai usaha di Cina hanya membutuhkan waktu tunggu selama 40 hari,
bandingkan dengan Indonesia yang membutuhkan waktu 151 hari untuk mengurus perizinan
usaha (www.suaramerdeka.com/harian/0503/01/eko07.htm).
Tidak ketinggalan infrastruktur penunjang untuk memacu ekspor
yang disiapkan oleh pemerintah Cina secara serius. Bila pada tahun 1978 total
panjang jalan raya di Cina hanya 89.200 km, maka pada tahun 2002 meningkat
tajam menjadi 170.000 km. Untuk pelabuhan, setidaknya saat ini Cina memiliki
3.800 pelabuhan angkut, 300 di antaranya dapat menerima kapal berkapasitas
10.000 MT. Sementara untuk keperluan tenaga listrik pada tahun 2001 saja Cina telah
mampu menyediakan sebesar 14,78 triliun kwh, dan saat ini telah dilakukan
persiapan untuk membangun PLTA terbesar di dunia yang direncanakan sudah dapat
digunakan pada tahun 2009 (Wangsa, 2005).
SDM
Terbaik Sebagai Pengusaha
Dalam hal SDM untuk dunia usaha Cina juga tidak
tanggung-tanggung dalam mengarahkan orang-orang terbaiknya untuk menjadi
pengusaha yang handal. Sejak tahun 1990-an, Cina telah mengirimkan ribuan
tenaga mudanya yang terbaik untuk belajar ke beberapa universitas terbaik di
Amerika Serikat, seperti Harvard, Stanford, dan MIT. Di Harvard saja, Cina
telah mengirimkan ribuan mahasiswanya untuk mempelajari sistem ekonomi terbuka
dan kebijakan pemerintahan barat, walaupun Cina masih menerapkan sistim ekonomi
yang relatif tertutup. Sebagai hasilnya, Cina saat ini telah memiliki jaringan
perdagangan yang sangat mantap dengan Amerika, bahkan memperoleh status sebagai
The Most Prefered Trading Partner (Kardono, 2001).
Pemerintah Cina juga membujuk para overseas Chinese scholars
and professionals, terutama yang sedang dan pernah bekerja di pusat-pusat riset
dan MNCs di bidang teknologi di seluruh penjuru dunia untuk mau pulang kampung
dan membuka perusahaan baru di Cina. Mantan-mantan tenaga ahli dari Silicon
Valley dan IBM ini misalnya, diharapkan nantinya juga akan dapat mempermudah
pembukaan jaringan usaha dengan MNCs ex-employer lainnya yang tersebar di
seluruh dunia (www.mail-archive.com/bhtv @paume.itb.ac.id/msg00042.html). Tentu
saja bujukan itu dilakukan dengan iming-iming kemudahan dan fasilitas untuk
memulai usaha, seperti insentif pajak, kemudahan dalam perizinan, dan suntikan
modal.
6.
Dominasi
produk Cina di Indonesia
Awalnya penduduk Indonesia sempat
memboikot produk cina yang masuk ke pasaran indonesia, di karenakan apabila
terlalu banyak produk yang masuk pasaran indonesia, maka produk dalam negeri
dapat bersaing dengan produk cina yang terlalu banyak bererdar di indonesia.
Tapi seiring perkembangan zaman yang terjadi lama kelamaan rakyat indonesia
mampu menerima produk cina maupun produk dari luar negeri lainnya untuk
merambah dunia bisnis Indonesia.
Kebanyakan
dari produk cina yang berkembang di pasaran indonesia, masyarakat indonesia
sendiri banyak yang menyukai produk cina ynag elegan dengan harga yang
terjangkau oleh isi dompet masyarakat. Selera yang di inginkan kebanyakan
adalah dengan barang-barang elektronik produk cina yang banyak beredar di
pasaran. Dengan harga yang relatif murah ketimbang dengan produk dalam negeri,
model yang disajikan produk cina juga selalu mengikuti perkembangan jaman
sekarang.
Ketergantungan Indonesia terhadap produk China dianggap
semakin mengkhawatirkan. Dominasi China ini disinyalir karena minimnya industri
dalam negeri dalam menghasilkan produk yang sama, sehingga kecenderungan impor
meningkat.
Sedikitnya 30% dari nilai impor lima produk tertentu yang
masuk ke Tanah Air sepanjang Januari-Agustus dikuasai oleh produk China.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, impor lima produk yakni elektronika,
pakaian jadi, makanan dan minuman, alas kaki, dan mainan anak-anak selama
Januari-Agustus mencapai US$962,8 juta. Adapun nilai impor produk tertentu selama Januari-Agustus mencapai US$2,86
miliar.
Produk impor dari
negeri Tirai Bambu itu tercatat menguasai pasar terbesar hampir di semua jenis
produk. Kecuali produk makanan dan minuman yang impornya dikuasai Malaysia,
produk China menguasai pangsa impor terbesar untuk produk elektronika, pakaian
jadi, alas kaki, dan mainan anak-anak.
Dari total impor
produk elektronika sebesar US$2,45 miliar, produk elektronika dari China
menguasai 33,3% atau senilai US$817,9 juta. Untuk pakaian jadi, produk China
menguasai pasar hingga 31,9% dari total nilai impor pakaian jadi US$109,4 juta.
Alas kaki dari
China bahkan menguasai pangsa pasar lebih dari setengah nilai impor produk itu
yang tercatat sebesar US$95,7 juta. Adapun produk mainan anak-anak dari China
menguasai pangsa pasar hingga 70,6% dari total keseluruhan impor mainan
anak-anak sebesar US$50,08 juta. Dominasi produk tertentu dari China tersebut
diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk di
Tanah Air sementara di sisi lain industri dalam negeri yang memproduksi barang
sejenis tidak bertambah sehingga menyebabkan impor terus meningkat. [5]
Tercatat bahwa produk Cina, masih mendominasi barang
impor nonmigas ke Indonesia semester I-2012. Nilainya US$14,49
miliar dengan pangsa 19,33 persen. Urutan kedua Jepang US$11,78
miliar (15,71 persen) dan Thailand US$5,76 miliar (7,68 persen). [6]
Dalam hal industri telepon selular, Cina adalah orang yg
tersesat. Itu sebabnya standar internasional yang berlaku di daerah ini untuk
sebagian besar. Namun Cina telah menjadi pasar komunikasi bergerak terbesar di
dunia dengan 310 juta sambungan. Dalam enam bulan pertama tahun ini saja, 36.3
million telepon genggam dijual di Cina. Cina mobile memiliki pangsa pasar 60
persen; China Unicom memiliki pangsa pasar 32 persen. Pada semester pertama
tahun ini, Cina menginvestasikan $ 2,7 milyar dalam infrastruktur jaringan dan
akan menginvestasikan tambahan $ 4.3 juta pada semester kedua tahun ini. Kedua
pemasok saja memperoleh $ 10 miliar dalam pendapatan pada semester pertama
tahun ini dan mencapai keuntungan kotor $ 2,3 milyar.
Salah satu factor pendukung mengapa
produk cina bisa dijual lebih murah karena di cina para pelaku usaha mendapat
berbagai kemudahan dan insentif, misalnya menyangkut masalah perpajakan,
ketenagakerjaan, danbunga murah dari perbankan. Di China bunga kredit perbankan
untuk usaha hanya 4%-6% sedangkan di Indonesia 14%-16% per tahun. Selisih
kemahalan dari unrus pembiayaan saja sudah mencapai angka 10%. Belum lagi para
pelaku usaha masih dihapkan pada aturan dan birokrasi yang dapat menimbulkan
biaya tinggi, ketserdiaan listrik yang terbatas, bahan baku yang semakin mahal
dan soal ketenagakerjaan yang tidak kondusif bagi iklim investasi.[7]
7. Dampak ketergantungan Indonesia terhadap
produk Cina
Dalam empat tahun, nilai impor
Indonesia dari Cina di luar sektor minyak dan gas meningkat lebih dari 140
persen. Jika pada awal krisis di tahun 1998 nilai impor dari Cina hanya 870,99
juta dollar AS, tahun 2002 nilainya telah mencapai 2,098 miliar dollar AS. Dalam periode
sama, volumenya juga meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 2,01 juta ton di
tahun 1998 menjadi 4,773 juta ton pada tahun 2002. Data dari Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan, komoditas impor nonmigas terbesar dari Cina
dilihat dari realisasi impor periode Januari-Agustus 2003 adalah jagung
sebanyak 95,533 juta dollar AS. Volumenya 782,5 ton, diikuti komoditas buah-buahan segar dan
dikeringkan senilai 52,058 juta dollar AS. [8]
Melihat fakta diatas makin jelas
akibat yang akan ditimbulkan oleh masuknya produk cina ke indonesia. Di satu
sisi, konsumen akan dimanjakan oleh produk-produk yang memiliki kualitas
lumayan dengan harga yang jauh lebih murah, selain itu terdapatnya banyak
variasi dari produk-produk yang tawarkan makin membuat konsumen makin
dimanjakan.
Namun disisi lain, dampak dari
masuknya produk-produk cina kepasaran indonesia jika tidak diantisipasi melalui
tindakan serius dari seluruh pihak terkait maka secara perlahan akan membuat
industri nasional mati.
Contoh kasus dapat kita lihat pada
Industri Tekstil dan Produk Tekstil indonesia, masuknya produk sejenis dari
cina langsung menyebabkan permintaan terhadap produk tekstil kita menurun.
Dapat dilihat pada sentra-sentra perdagangan tekstil dan produk tekstil di
indonesia seperti di pasar Tanah Abang dan factory Outlet di Bandung.
Produk-produk cina mulai merambah pasar tersbut. Di Pasar Tanah Abang selaku
pusat perbelanjaan tekstil yang bertaraf nasional telah kebanjiran
produk-produk tekstil dari cina.
Kasus serupa
juga terjadi pada produk-produk lain. DI Jakarta, produk negara tirai bambu ini
gampang diperoleh, di antaranya di pusat perbelanjaan seputar Mangga Dua,
Glodok, Pasar Pagi, dan Pasar Tanah Abang. Apa pun yang Anda cari, semua
tersedia. Mulai dari alat elektronik hingga tekstil dan garmen, dari produk
berteknologi tinggi hingga mainan anak-anak dan peniti.
Jadi jelas
sekali bahwa dominasi produk Cina di Indonesia mempunyai pengaruh yang cukup
besar apalagi bagi pengusaha local yang kalah bersaing dengan Cina.
8.
Solusi terhadap dominasi produk Cina
di Indonesia
Kita sebaiknya bisa belajar dari kesuksesan Cina
mengembangkan dunia usaha dan industrinya. Hal ini jauh lebih baik ketimbang
hanya menggerutu melihat produk-produk Cina yang membanjiri pasar dalam negeri.
Merajalelanya produk-produk Cina dengan harga yang murah dan berkualitas harus
dilihat tidak hanya sebagai ancaman, namun juga sebagai pemicu agar Indonesia
bisa bergerak ke arah perbaikan. Pada kesempatan ini penulis dengan
keterbatasan kapasitas yang dimiliki akan mencoba merumuskan beberapa masukan
berupa langkah yang sebaiknya kita tempuh berkaitan dengan apa yang telah
dilakukan dan diraih oleh Cina.
1.
Pertama, yaitu kita harus mencoba mengkaji
kebijakan-kebijakan Cina dalam perekonomian khususnya dalam memajukan dunia
usahanya.
Setelah itu dirumuskan manakah yang bisa dan tepat untuk
diterapkan di Indonesia. Hal ini mengingat keadaan , latar belakang, dan budaya
Cina yang tidak sama dengan Indonesia.
2.
Langkah kedua yang bisa ditempuh adalah dengan
mempererat hubungan kerja sama dengan Cina, tidak saja dalam ekonomi namun juga
pada bidang-bidang lainnya yang dianggap penting.
Dalam bidang ekonomi
dan keamanan misalnya dengan membuat nota kesepahaman tentang kerjasama dalam
penanganan penyelundupan di kedua negara. Bentuk kerjasama yang lain misalnya
adalah dengan melakukan sinergi industri antara kedua negara. Seperti yang
sudah berjalan pada industri lilin antara Indonesia dan Cina, dimana terdapat
kesepakatn tidak tertulis dalam pembagian fokus industri, dengan pembagian
industri hulu dan menegah yang ditangani Indonesia sedangkan hilir dipegang
oleh Cina.
3.
Ketiga, adalah dengan menciptakan budaya wirausaha di
Indonesia.
Hal ini bisa dilakukan dengan meniru langkah pemerintah Cina
dengan kebijakan-kebijakannya dalam merangsang munculnya para
pengusaha-pengusaha baru. Akan tetapi apabila dilihat lebih cermat, sebenarnya
yang menjadi masalah utama di Indonesia terletak pada paradigma berpikir
masyarakatnya. Di Indonesia hampir tidak ada kita kita lihat keinginan yang
besar dari kalangan terdidik untuk menjadi pengusaha.
Penyebabnya bisa jadi karena malas dan takut mengambil resiko
untuk berjuang dari nol apabila menjadi pengusaha. Masyarakat kita juga pada
umumnya menaruh simpati yang lebih besar pada profesi-profesi yang secara
praktis terlihat ekslusif, seperti dokter, akuntan, dan pengacara dibanding
dengan wirausaha. Keadaan ini lebih diperburuk dengan sistem pendidikan kita
yang cenderung mengabaikan pelajaran tentang kewirausahaan dan kepemimpinan.
Hal ini sangat berkebalikan dengan budaya wirausaha yang sangat kental dari
penduduk Cina.
4.
Langkah keempat adalah dengan memaksimalkan peran
akademisi yaitu peneliti untuk menunjang dunia usaha.
Selama ini diantara
banyak kendala dunia usaha kita terutama UKM, yang paling besar adalah dari
sisi teknologi dan metode yang tidak efisien dan jauh tertinggal dari pesaingnya
di luar negeri. Untuk itu kiranya
para peneliti mau turun dari menara gading untuk mau membantu penelitian
industri-industri di Indonesia. Sudah saatnya penelitian yang dilakukan bisa
lebih membumi sehingga dapat juga dinikmati oleh industri-industri kecil dan
menengah. [9]
Selain itu juga dapat di atasi dengan cara :
Perlunya peningkatan kualitas produk
nasional
Melihat apa
yang terjadi di lapangan, beralihnya konsumen ke produk-produk buatan cina
serta tidak mampu bersaingnya produk nasional dibanding produk-produk cina
perlu dicermati apa yang menyebabkan hal ini terjadi. Efisiensi sumberdaya,
baik alam maupun manusia, penggunaan teknologi, dukungan dari pemerintah
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ekonomi cina, dan produk-produknya
begitu powerfull di pasaran. Para pengusaha harus memeras otak bagaimana
bisa memproduksi barang bermutu dengan harga bersaing, harus menciptakan
terobosan-terobosan baru untuk mengubah budaya kerja yang sudah ada sehingga
mutu serta kuantitas produk dapat ditingkatkan. Pemanfaatan sumberdaya alam harus seefisien mungkin sehingga
tidak ada yang tersiakan.
Jika cara seperti ini diterapkan,
artinya produk yang dihasilkan oleh industri nasional berkualitas, maka
gempuran dari produk-produk sejenis luar negeri tidak akan berpengaruh banyak.
Selain peningkatan kualitas, hendaknya proses tersebut diiringi dengan selera
konsumen. Karena pada kahirnya konsumenlah yang memegang peranan paling utama.
Peningkatan
kualitas sumberdaya manusia Indonesia
Peningkatan kualitas sumber daya
manusia dapat dilakukan melalui dunia pendidikan nasional. Seperti yang
diterapkan di negara-negara berkembang yang beranjak menjadi negara maju
seperti Jepang, Singapura, Malaysia mereka telah menempatkan sektor pendidikan
sebagai dasar bagi pembangunan negaranya. Sehingga tidak ada jalan lain untuk
jangka panjang bagi industri nasional dalam menghadapi persaingan global
seperti menangkis masuknya produk-produk cina selain dengan meningkatkan
kualitas sumber daya manusianya melalui sektor pendidikan.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Globalisasi
masa kini memerlukan pembentukan generasi muda yang berdaya tahan melalui ilmu
dan kemahiran Berdasarkan beberapa aspek globalisasi yang telah dibicarakan
dapatlah dikatakan bahawa dunia hari ini atau di abad ke-21 sedang menghadapi
satu cabaran dan perubahan yang sangat hebat yang belum pernah berlaku di abad
yang lalu. Cabaran globalisasi dan implikasi terhadap ekonomi, budaya dan
teknologi adalah luas dan mempunyai kesan yang negatif dan positif. Penerimaan
terhadap perubahan haruslah difikirkan dan diterima secara positif dan membina
untuk kemajuan diri,keluarga,agama,bangsa dan negara. Demikianlah antara
fenomena globalisasi yang kini sedang mencabar seluruh jati diri golongan muda.
Dari globalisasi kepada dominasi, golongan muda semakin terdedah kepada
kehidupan dan nilai keperibadian yang terputus dan terpisah jauh dari budaya
hidup timur.
Dalam upaya untuk mengantisipasi
membanjirnya produk-produk yang berasal dari negeri Cina, perlu adanya
sosialisasi bahwa masuknya produk Cina itu selain ancaman juga kesempatan bagi
Indonesia untuk meningkatkan daya saing produknya.
Pengusaha Indonesia dituntut terus
meningkatkan daya saingnya. Bukan menggerutu karena banyaknya barang Cina yang
masuk. Masalah utama dalam kasus membanjirnya produk-produk Cina adalah
Perlunya peningkatan kualitas produk nasional dan perlunya peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia. Perlu peran nyata dari pemerintah untuk
menyelesaikan permasalhan-permasalahan yang telah disebutkan dimuka, seperti
penerbitan peraturan-peraturan yang jelas mengenai hal-hal tersebut.
Solusi
terbaik dari dominasi produk China, adalah pemerintah melindungi pasar domestik
dan memberdayakan pedagang dalam negeri agar produk lokal mampu bersaing
DAFTAR
PUSTAKA
A. F,
Muchtar. 2010. Strategi Memenangkan
Persaingan Usaha dengan Menyusun Bussines Plan. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Kartajaya,
Hermawan. 2004. Positioning, Diferensiasi
dan Brand: Memenangkan Persaingan dengan Segitiga. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Wibowo,I
dan Samsul Hadi. 2009. Merangkul Cina:
Hubungan Indonesia-Cina Pasca Soeharto. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fishman, Ted. 2009 . China
Inc. Bagaimana Kedigdayaan China Menantang Amerika dan Dunia.
P.H Soetrisno. 1992. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta:
Penerbit Andi
http://swa.co.id/business-strategy/dua-penyebab-dominasi-perusahaan-asing-di-indonesia
diakses tanggal 06 Agustus 2012 pukul 18.25WIB
Tribun Jakarta Siang Online,
edisi 06 Agustus 2012 pukul 18.30 WIB
Citraindonesia.com
edisi 06 Agustus 2012 pukul 18.30 WIB
http://berita.liputan6.com/
diakses tanggal 06 Agustus 2012 pukul 18.30 WIB
[1]
http://swa.co.id/business-strategy/dua-penyebab-dominasi-perusahaan-asing-di-indonesia diakses tanggal 06 Agustus 2012 pukul
18.25WIB
[2]
http://berita.liputan6.com/
[3]
P.H, Soetrisno. Kapita selekta ekonomi
Indonesia. Hlm 112
[4]
Wibowo,I dan Samsul Hadi. 2009. Merangkul Cina: Hubungan Indonesia-Cina
Pasca Soeharto. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[5]
Tribun Jakarta Siang Online, edisi 06 Agustus 2012
[6]
Citraindonesia.com edisi 06 Agustus 2012
[7]
Kartajaya, Hermawan. 2004. Positioning,
Diferensiasi dan Brand: Memenangkan Persaingan dengan Segitiga. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
[8]
http://bisnis-jabar.com/
[9]
A. F, Muchtar. 2010. Strategi
Memenangkan Persaingan Usaha dengan Menyusun Bussines Plan. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
1 komentar:
After getting more than 10000 visitors/day to my website I thought your sukmikamardalenachaniago.blogspot.com website also need unstoppable flow of traffic...
Use this BRAND NEW software and get all the traffic for your website you will ever need ...
= = > > http://get-massive-autopilot-traffic.com
In testing phase it generated 867,981 visitors and $540,340.
Then another $86,299.13 in 90 days to be exact. That's $958.88 a
day!!
And all it took was 10 minutes to set up and run.
But how does it work??
You just configure the system, click the mouse button a few
times, activate the software, copy and paste a few links and
you're done!!
Click the link BELOW as you're about to witness a software that
could be a MAJOR turning point to your success.
= = > > http://get-massive-autopilot-traffic.com
Posting Komentar