PERAN PBB DAN SAARC
DALAM PENYELESAIAN KONFLIK KASHMIR
Oleh:
Sukmika Mardalena
1101111494
Abstract
Kashmir issue has long seemed
to sink even though the conflict in the region is not over till now.
However the existence of this problem is one thing
that became the focus of attention of India-Pakistan
relations over the years. These problems also
contribute to the tidal India Pakistan relations.
This article will discuss more about the
kashmir conflict resolution related to the role of the
United Nations and the SAARC
as the largest and most influential international organization in the world and South Asia in particular.
Keywords: Conflict, Resolution, Role,
United Nation and SAARC
PENDAHULUAN
Kashmir
merupakan salah satu wilayah paling berbahaya dalam konflik global antara India
dan Pakistan. Ketika India dan Pakistan terpisah tahun 1947 pada akhir
kekuasaan kolonial Inggris, penguasa Hindu dari mayoritas Muslim Kashmir
memilih bergabung dengan India. India dan Pakistan segera terlibat dalam perang
memperebutkan Kashmir. Pakistan berhasil menguasaai sebagian wilayah tersebut.
Ketegangan etnis dan territorial terus berlanjut bahkan makin parah sepanjang
era tahun 1990-an hingga awal abad
ke-21. Pada akhir tahun 2002, India sudah menempatkan lebih dari 250.000
tentara wilayah itu, dan sekurang-kurangnya 30.000 orang tewas dalam konflik
tersebut.[1] Bahkan
sampai saat ini pun kejelasan resmi akan status Kashmir pun belum diketahui
secara pasti.
Terdapat
tiga perang utama dan satu perang kecil antara kedua negara. Casus belli tiap perang ini disebabkan oleh wilayah Kashmir yang diperdebatkan, dengan pengecualian Perang
India-Pakistan 1971
yang disebabkan oleh masalah wilayah Pakistan Timur
- Perang India-Pakistan 1947: Pakistan merbut 1/3 Kashmir (Pakistan mengklaim Kashmir sebagai wilayahnya) dengan bantuan Pashtun. Hindu dan Sikhs dihilangkan dari Kashmir Pakistan. India membalas dengan mengirim pasukan ke Gurdaspur.
- Perang India-Pakistan 1965: Pasukan Pakistan berusaha memasuki teritori Kashmir India untuk memicu pemberontakan oleh Kashmir. Rencana ini gagal dan penyusup dapat ditemukan, sehingga India membalas hal ini. Perang ini diakhiri dengan gencatan senjata, dan India dapat merebut sedikit teritori Pakistan.
- Perang India-Pakistan 1971: Bangladesh meminta kemerdekaan dari Pakistan. Tentara Pakistan melakukan pembunuhan dan pemerkosaan besar di Bangladesh dan genoside penduduk Bengali. Jutaan pengungsi pindah ke India. India membantu Mukti-Bahini Bangladesh dan menaklukan Pakistan, sehingga Bangladesh merdeka dan Pakistan menyerah seluruhnya.
- Perang India-Pakistan 1999, juga disebut "Perang Kargil": Tentara Pakistan dan beberapa pemberontak Kashmir merebut pos tentara India. India membalas dan merebut kembali pos itu. Tekanan internasional terhadap Pakistan membuatnya mundur. Perang berakhir dengan India merebu Kargil dan isolasi diplomatik Pakistan.[2]
Bagaimanapun
juga konflik Kashmir ini membutuhkan solusi yang tepat. Berbagai cara telah
ditempuh kedua negara untuk menyelesaikan konflik tersebut termasuk dengan cara
meminta bantuan dari organisasi Internasional seperti PBB dan SAARC. Namun
sampai saat ini lembaga internasional tersebut belum menampakkan peranan
penting mereka dalam perdamaian India-Pakistan, di tambah lagi dengan mulai
adanya campur tangan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia serta
Cina yang membuat masalah Kashmir semakin kompleks.
PEMBAHASAN
Kashmir
merupakan wilayah terpenting setelah Hyderabadh. Dengan keindahan pemandangan
yang dimilikinya, Kashmir dijuluki sebagai Negeri Taman Musim Abadi. Baik bagi
India maupun Pakistan kepemilikan Kashmir merupakan suatu hal penting bagi
kelangsungan negaranya masing-masing. Bagi India sendiri ada beberapa aspek
yang membuat India tidak mau melepaskan Jammu-Kashmir dari kekuasaannya.
Bagi India,
Kashmir merupakan bagian yang tidak terpisahkan.kepentingan India atas Kashmir
tidak hanaya padaa dimensi politik semata, melainkan terhadap berbagai
kepentingan lainnya. Seperti kepentingan geopolitis Kashmir bagi India adalah
dengan dikuasainya Kashmir akan memungkinkan India memiliki akses strategis di
bagian barat daya. Disamping menyediakan suatu rangkaian hubungan tradisional
antara Asia Tengah dan Subkontinen. Hubungan India dengan ketiga Negara
tetangganya yang terpenting yaitu Rusia, China serta Afghanistan sangat
tergantung pada luasnya wilayah Kashmir yang dapaty dikuasai. Selain itu,
Kashmir memiliki enam aliran sungai yang berguna sebagai perairan irigasi yaitu
Chenab, Jhelum, Indus, Sutlej, Beas dan Ravi. Apabila Pakistan menguasai
Kashmir, ada kekhawatiran dari India akan sungai-sungai tersebut tidak akan
mengairi India.
Bagi Pakistan,
wilayah Kashmir merupakan wilayah yang penting bagi negaranya. Dari segi sosial
budaya, Pakistan merasa memiliki kesamaan dengan Kashmir, salah satunya yaitu
mayoritas masyarakatnya yang memeluk agama Islam. Kashmir memiliki tiga aliran
sungai yaitu Chenab, Jhelum dan Indus yang mengairi Pakistan. Selain itu,
Pakistan juga memiliki ketergantungan terhadap India atas tiga sungai lainnya
yang mengalir dari India ke Pakistan yaitu Sutlej, Beas, dan Ravi.
Sungai-sungai
tersebut mengairi sekitar 20 juta akre tanah Pakistan, yang ditumbuhi padi,
gandum, tebu, kapas, dan lain-lainnya. Sehingga apabila Pakistan menguasai
Kashmir maka Pakistan tidak perlu khawatir akan terjadinya krisis air di
negara, seperti yang terjadi pada tahun 1948, 1952 dan 1958 dimana India
menghentikan aliran sungai ke Pakistan.
Oleh karena
itu, Kashmir merupakan kunci ketahanan pangan Pakistan karena apabila
sungai-sungai tersebut tidak mengairi Pakistan maka yang terjadi adalah
masyarakat Pakistan kemungkinan bisa saja dilanda kelaparan dan pemerintah
Pakistan juga tidak dapat melakukan ekspor bahan-bahan pangan.
SAARC (South Asian Association
of Regional Cooperation)
Upaya SAARC dalam penyelesaian
konflik Kashmir
Permusuhan
antara India dan Pakistan merupakan salah satu hubungan persengketaan yang
paling awet yang pernah terjadi di antara dua negara bertetangga. Di beberapa
masa jeda damai, persengketaan di antara mereka sudah hampir berumur 57 tahun,
sama tuanya dengan usia kedua negara itu sendiri. Konflik India-Pakistan
merupakan konflik yang sangat berpengaruh dan mengganggu di kawasan Asia
Selatan, karena konflik tersebut melibatkan dua Negara besar yaitu India dan
Pakistan. Konflik India-Pakistan juga berdampak buruk bagi organisasi SAARC
(South Asian Association of Regional Cooperation), yaitu organisasi
internasional regional yang beranggotakan negara-negara Asia Selatan, dimana
India dan Pakistan juga merupakan anggota dari SAARC.
Kemelut ini akan mengganggu kemajuan dan
eksistensi SAARC di masa mendatang, karena selain mereka sebagai negara-negara
dominan juga sangat tidak mungkin apabila Negara-negara yang berada dalam satu
organisasi terlibat konflik atau atau perang dengan negara lain sesama anggota.
Jalan
menuju perdamaian antara India dan Pakistan sangatlah panjang, setelah
menyepakati gencatan senjata pada awal tahun 1949, menyusul perang pertama pada
tahun 1947, hubungan antara kedua negara kembali memburuk. Ketegangan
mencapai klimaks pada September 1965 ketika pasukan India dan Pakistan kembali
dikerahkan ke medan perang. Kesepakatan damai akhirnya ditandatangani pada
tahun 1966, tetapi lima tahun kemudian, tahun 1971 mereka kembali bertempur,
kali ini karena sengketa soal wilayah Pakistan Timur, yang kemudian menjadi
Bangladesh. Perdamaian terjadi lagi pada tahun 1972, yang diikuti masa tenang
yang relatif panjang, hingga dilakukannya berbagai kegiatan uji coba rudal
nuklir di kedua negara, yang dimulai pada dekade 1990-an.
Tahun 1985 Negara-negara di Asia
Selatan, membentuk organisasi internasional regional Asia Selatan atau SAARC (
South Asian Association of Regional Cooperation), dimana India dan Pakistan
adalah anggota dari organisasi ini. Dan konflik yang terjadi antara India dan
Pakistan menjadi agenda SAARC untuk ikut membantu menyelesaikannya yaitu
sebagai mediator dari India dan Pakistan.
Pada
pertemuan KTT SAARC yang ke sepuluh, bulan juli tahun 1998 di Colombo,
Srilanka. Perdana Menteri India (PM Vajpayee) dan PM Nawaz Syarif, (PM
Pakistan), setuju untuk menjalin hubungan kerjasama dan mengadakan perundingan
selanjutnya di kota Lahore, Pakistan.
Pada
pertemuan KTT SAARC yang kesebelas, bulan januari 2002 di Kathmandu,Nepal.
India dan Pakistan kembali bertemu untuk membahas tentang konflik yang ada
diantara mereka, tapi belum berhasil mencapai kesepakatan. Usaha perdamaian SAARC terjadi pada Januari
2004, dalam KTT SAARC yang keduabelas di Islamabad, Pakistan. India dan Pakistan
sepakat untuk memulai dialog menyeluruh pada bulan februari, mereka berjanji
pertemuan mereka pada akhirnya juga akan menyelesaikan sengketa Kashmir.
Dari semua hal yang di upayakan oleh
SAARC , sampai saat ini SAARC belum menemukan titik terang dalam penyelesaian
konflik Kasmir. Dengan kata lain selama ini SAARC hanyalah wadah bagi wakil
baik dari India maupun Pakistan untuk berunding dan mencoba menyelesaikan
pertikaian mereka. [3]
PBB (Perserikatan
Bangsa – Bangsa)
Ketika Perang Dunia I yang terjadi pada tahun 1914 hingga 1918, keadaan
dunia semakin berada dalam situasi kondisi yang sangat mengerikan karena
mengakibatkan lebih dari 40 juta orang tewas termasuk militer dan warga
sipil. Oleh karena itu, untuk menangani dan mendamaikan keamanan
internasional maka dibentuk sebuah institusi atau lembaga internasional, yaitu
Liga Bangsa-Bangsa atau disingkat LBB .[4]
Liga Bangsa-Bangsa mulai dicetuskan pada Konferensi Perdamaian Paris tahun
1919, dan secara resmi berdiri pada 10 Januari 1920. Selain bertujuan
untuk menciptakan perdamaian dunia setelah perang dunia 1, LBB juga
memiliki tugas lain yaitu melakukan pelucutan senjata, menyelesaikan
permasalahan negara-negara melalui negosiasi dan resolusi, mengadakan kerjasama
internasional demi meningkatkan keamanan dunia, dan memperbaiki kesejahteraan
masyarakat global.
Namun pada
tahun 1939 kembali terjadi Perang Dunia dan berakhir pada tahun 1945. Perang
ini disebut sebagai Perang Dunia II. Kembali
terjaadinya perang dunia, dinilai sebagai salah satu gagalnya LBB dalam
mempertahankan perdamaian dunia terutama setelah terjadinya perang dunia I.
Oleh karena itu, LBB dianggap tidak efektif oleh dunia internasional. Ketika
perang dunia II berlangsung, dunia internasional berusaha untuk mencari solusi
perdamaian.
Pada 1 Januari
1942 dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt,
mencetuskan nama Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB. Pada Konferensi San Fransisco tahun 1945, para wakil 50 negara menyusun
Piagam PBB dan diratifikasi pada 26 Juni 1945. PBB secara resmi berdiri
pada 26 Oktober 1945 ketika Piagam PBB telah ditandatangani oleh para wakil
negara.[5]
Berdasarkan Piagam PBB, tujuan dibentuknya lembaga internasional ini adalah
untuk menjaga perdamaian dunia, mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa,
memupuk kerjasama internasional untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi,
sosial, dan budaya, serta mengembangkan penghormatan atas kebebasan dan Hak
Asasi Manusia (HAM). Selain itu, PBB
merupakan organisasi internasional tertinggi di dunia yang mempunyai
kekuasaan diatas seluruh perjanjian lainnya.
Markas PBB berpusat di New York, Amerika Serikat. Hingga tahun 2007,
anggota PBB berjumlah 192 negara-bangsa dan sejak 1 Januari 2007, Sekretaris
Jenderal PBB dipegang oleh Ban Ki Moon, asal Korea Selatan. Struktur
organisasi PBB terdiri dari Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, Dewan Perwalian PBB, Sekretariat PBB, serta Mahkamah
Internasional.
Upaya PBB dalam
menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir
Keterlibatan
India dalam pemberontakan di Poonch mengakibatkan keadaan Kashmir semakin
memanas. Pengakuan India atas kepemilikan Kashmir berdasarkan Instrument of
Accession, mendapat pertentangan dari Pemerintah Pakistan karena Pakistan
masih meyakini Kashmir berada dalam status quo perjanjian berdasarkan Standstill
Agreement. Bahkan pemberontakan rakyat Kashmir terhadap pemerintahnya
berubah menjadi perang terbuka antara India dan Pakistan.
Setelah perang
tersebut berakhir, India dan Pakistan sepakat mengadakan Pertemuan Lahore pada
2 November 1947, yang dihadiri oleh Gubernur Jenderal Pakistan Mohammad Ali
Jinnah dan Gubernur Jenderal India Lord Mounbatten. Salah satu hasil pertemuan
tersebut adalah akan melaksanakan referendum dibawah pengawasan PBB. Setelah
hasil pertemuan tersebut dilaporkan kepada Perdana Menteri India Jawaharlal
Nehru dan Perdana Menteri Pakistan Liquat Ali Khan, kedua negara pun
menyetujuinya.
Maka sejak 1
Januari 1948, masalah Kashmir menjadi permasalahan dunia internasional dibawah
naungan PBB. Pada 1 Januari 1948, India melaporkan kepada DK PBB bahwa Pakistan
ikut membantu pemberontakan di Poonch. Berdasarkan laporan tersebut, dalam
piagam PBB Pasal 35 disebutkan bahwa Pakistan masih dapat mengendalikan 2/5
bagian negara. Selain itu, PBB juga meminta agar India dan Pakistan segera
melakukan genjatan senjata.
Upaya PBB
semakin optimal ketika pada 20 Januari 1948, DK PBB membentuk United Nation
Comission for India and Pakistan (UNCIP) yang anggotanya terdiri dari
Amerika Serikat, Belgia dan Argentina. Namun pada 21 April 1948, PBB memutuskan
untuk menambah dua anggota baru UNCIP, yaitu Kolombia dan Cekoslowakia. Selain
itu, diputuskan pula bahwa India dan Pakistan harus menarik pasukan, berhenti
perang, mengembalikan pengungsi, membebaskan tahanan politik, serta secepatnya
melaksanakan referendum atas status Kashmir.
Pada Juli 1948,
Menteri Luar Negeri yang juga sebagai delegasi Pakistan di PBB, Zafrulla Khan
mengakui bahwa tentara Pakistan berada di Kashmir. Pada 13 Agustus 1948, UNCIP
mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa adanya keterlibatan Pakistan atas
terjadinya perang di Poonch. PBB juga meminta agar Pakistan dan India menarik pasukannya
di Kashmir. Dalam resolusi tersebut dinyatakan bahwa :
"Pemerintah
India dan pemerintah Pakistan menegaskan kembali bahwa status masa depan
Jammu-Kashmir akan ditentukan sesuai dengan kehendak rakyat dan untuk mencapai
tujuan tersebut, atas penerimaan Perjanjian Genjatan Senjata, kedua pemerintah
menyetujui untuk memulai konsultasi dengan Komisi untuk menentukan
syarat-syarat yang adil, seimbang, bebas dan terjamin". [6]
Namun rencana
pelaksanaan referendum belum juga dapat dilaksanakan maka pada 11 Desember
1948, PBB menegaskan kembali agar melakukan referendum dan genjatan senjata.
Namun penegasan tersebut tidak memberikan pengaruh apapun karena Pakistan masih
belum mematuhi resolusi sebelumnya, seperti menarik bersih pasukannya dari
Kashmir. Terlebih lagi, Pakistan masih mengurusi urusan dalam negerinya sebagai
sebuah negara baru, terutama mengenai demografi negaranya.
Pada 5 Januari 1949, PBB kembali
mengeluarkan resolusi yang menyebutkan bahwa "the question of accession
of the state of Jammu and Kashmir to India or Pakistan will be decided through
the democratic method of a free and impartial plebiscite. [7] Resolusi
tersebut juga menyatakan untuk penarikan pasukan Pakistan dari Kashmir,
mengukuhkan hak tentara India dalam mempertahankan Kashmir, dan segera
melaksanakan referendum di Kashmir secara independen.
Setelah India dan Pakistan
mengumumkan genjatan senjata dibawah naungan PBB, maka selama tahun 1949 PBB
melalui UNCIP melakukan berbagai pertemuan dan kesepakatan mengenai perumusan
proses genjatan senjata yang dilakukan. Proses-proses tersebut antara lain
mengenai garis genjatan senjata, penarikan pasukan secara bertahap, serta
pengawasan proses genjatan senjata.
Kasus perebutan wilayah Kashmir yang berlaru-larut memutuskan PBB untuk mencoba
pendekatan baru, yaitu dengan mengirimkan perwakilan PBB ke India dan Pakistan
untuk mencari solusi yang dapat disepakati oleh kedua negara. Perwakilan PBB
yang pertama, yaitu DK PBB Presiden Jenderal AG L McNaughton yang membawa sebuah
proposal yang menyarankan agar kedua negara melakukan demiliterisasi Kashmir
untuk memastikan bahwa proses referendum tidak akan memihak salah satu negara.
Namun, proposal tersebut ditolak oleh India.
Kemudian, tahun 1950 PBB mengutus
Sir Owen Dixon bertemu dengan pejabat India dan Pakistan untuk kembali mencari
solusi. Sir Owen Dixon juga membawa proposal yang menyarankan agar pelaksanaan
referendum hanya dilakukan di daerah yang bermasalah (Valley of Kashmir), dan
wilayah lainnya menentukan keputusan sendiri untuk bergabung dengan India atau
Pakistan. Proposal yang dikenal dengan Dixon Plan” juga
mendapat penolakan dari India dan Pakistan.
Agar India dan
Pakistan menyetujui proposal yang diajukan PBB, maka dikirim kembali perwakilan
PBB, yaitu Frank Graham untuk menyelesaikan konflik dalam waktu tiga bulan.
Setelah melewati jangka waktu yang ditentukan, belum juga ditemukan solusi yang
tepat untuk menyelesaikan permasalahan Kashmir. Namun pada 30 Maret 1951, PBB
membentuk pasukan keamanan militer untuk mencegah terjadinya perang di daerah
perbatasan Kashmir, India dan Pakistan.
Kegagalan-kegagalan
yang dialami, tidak membuat PBB menyerah untuk menyelesaikan persengketaan
Kashmir. Berbagai cara dilakukan kembali untuk menemukan solusi yang benar-benar
dapat disepakati oleh India dan Pakistan. Oleh karena itu, pada tahun 1957 PBB
kembali mengirim perwakilannya, yaitu Gunnar Jarring, namun mengalami
kegagalan pula.
Setelah
usaha-usaha memaksa India untuk menaati resolusi PBB tidak pernah terwujud, maka
pada tahun 1957, Pakistan mencoba kembali mengangkat isu Kasmir ke PBB, yang
kemudian hasilnya adalah PBB menolak ratifikasi Instrument of Accession,
namun hasil tersebut ditolak India. Resolusi tersebut juga mengulangi resolusi
sebelumnya yang menyatakan bahwa masa depan Kashmir harus diputuskan sesuai
kehendak rakyat melalui cara-cara yang demokratis dengan melaksanakan
referendum yang bebas dan tidak memihak di bawah pengawasan PBB.
Pada tahun
1962, Dewan Keamanan PBB berusaha melakukan hak veto namun hal tersebut
gagal. Upaya PBB dalam menyelesaikan masalah ini terlihat melemah ketika
dikeluarkannya resolusi tahun 1964 yang menyatakan bahwa permasalahan Kashmir
antara India dan Pakistan sebaiknya diselesaikan dahulu secara bilateral.
Berbagai resolusi yang dikeluarkan tidak juga menyelesaikan permasalahan
Kashmir. Bahkan India dan Pakistan kembali terlibat perang terbuka pada tahun
1965 dan tahun 1971, yang mengakibatkan ratusan ribu korban jiwa, korban
terluka dan tertangkap.
Kepentingan dan
posisi PBB dalam kasus perebutan wilayah Kashmir
Dalam perebutan
wilayah Kashmir antara India dan Pakistan, keterlibatan PBB adalah sebagai
aktor non-negara yang dibentuk oleh negara-bangsa atau yang dikenal
dengan Intergovernmental Organization (IGOs). Walaupun terdiri dari
negara-bangsa, PBB tetap berada pada posisi yang tidak memihak negara manapun.
Walaupun dalam konflik Kashmir, PBB membentuk UNCIP yang terdiri dari lima
negara anggota, hal tersebut tetap tidak menghapuskan posisi netral PBB. Keterlibatan
PBB merupakan sebagai aktor non-negara yang menjalankan upaya diplomasinya
melalu jalur second track diplomacy.
PBB bergerak
hanya berlandaskan pada satu kepentingan bersama yaitu menyelesaikan konflik
Kashmir antara India dan Pakistan dengan jalan damai. Berdasarkan dengan teori
liberalisme yang mengutamakan peran pada institusi yang melampaui negara, maka
pada konflik Kashmir, peran PBB memang diperlukan karena PBB merupakan
organisasi tertinggi internasional yang dapat mengawasi dan mengendalikan suatu
negara.
Dalam mencari
solusi untuk menyelesaikan konflik Kashmir, PBB lebih mengedepankan cara-cara
damai tanpa kekuatan militer demi mewujudkan perdamaian dan keamanan bersama,
sesuai dengan konsep liberalisme, dikatakan pula bahwa untuk mencapai perdamaian
dapat menggunakan cara demokrasi. Seperti yang terjadi pada Kashmir, PBB
menegaskan pelaksanaan referendum sebagai cara yang demokratis untuk menentukan
status Kashmir. Kepentingan PBB dalam konflik perebutan wilayah Kashmir yaitu
hanya untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan damai tanpa adanya
kepentingan pihak-pihak lain yang mempengaruhi PBB.
Namun pada
kenyataannya, hingga akhir tahun 1977 pelaksanaan referendum juga belum
dilakukan. Kenyataan ini dapat mematahkan teori liberalisme yang menekankan
peran institusi dengan jalan perdamaian merupakan cara yang tidak terlalu
efektif dalam menyelesaikan permasalahan Kashmir antara India dan Pakistan.
Dengan
terjadinya kembali dua kali perang besar antara India dan Pakistan,
memperlihatkan bahwa konsep realisme yang menggunakan jalan perang dan keamanan
lebih efektif terhadap permasalahan Kashmir. Cara-cara anarkhi yang digunakan
India dan Pakistan, dilakukan agar adanya keseimbangan kekuatan. Berdasarkan
konsep realisme, berlarut-larutnya konflik Kashmir dikarenakan adanya
kepentingan nasional, faktor keamanan,dan kekuasaan yang kuat.
Pemerintah
India dan Pakistan memiliki kepentingan tersendiri untuk menguasai Kashmir,
terutama karena adanya aliran sungai dan wilayah yang strategis untuk dibangun
keamanan militer di Kashmir. Dengan resolusi PBB tahun 1964 yang menyerahkan
kembali permasalahan Kashmir untuk diselesaikan secara bilateral India dan
Pakistan.
Keberhasilan
PBB dalam menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir
Selama mengeluarkan kebijakan dalam menyelesaikan kasus perebutan Kashmir, PBB
telah mencapai beberapa keberhasilannya. Salah satunya yaitu, PBB berhasil
meminta India dan Pakistan untuk melakukan genjatan senjata pada setiap kali
India dan Pakistan terlibat perang, yaitu pada tahun 1947, 1965, dan 1971.
Walaupun prosesnya memakan waktu lama, setidaknya PBB juga berhasil membujuk
India dan Pakistan untuk menarik pasukan militernya dari Kashmir.
Kegagalan PBB dalam menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir
Disamping
keberhasilan yang dicapai, namun PBB tetap memiliki kegagalan dalam tujuan
untuk menyelesaikan perebutan wilayah Kashmir. Salah satunya yaitu pembentukan
UNCIP. Hal tersebut karena peran UNCIP tidak terlalu dapat membantu
permasalahan Kashmir dengan solusi yang tepat. Baik DK PBB maupun UNCIP hanya
mengeluarkan resolusi tanpa adanya sangsi yang lebih keras lagi. Berkali-kali
resolusi dikeluarkan namun India dan Pakistan tetap saja mempertahankan kepentingan
dan solusinya masing-masing.
Kebijakan yang
dikeluarkan PBB memang menggunakan cara-cara yang damai dan lebih mengutamakan
diplomasi. Namun sepertinya usaha yang dilakukan PBB tidak terlalu dapat
memperbaiki kondisi hubungan kedua negara karena resolusi yang dikeluarkan PBB
tidak dijalankan oleh India maupun Pakistan. Bahkan proposal saran yang dibawa
oleh utusan-utusan PBB ditolak oleh India dan Pakistan.
PANDANGAN INTERNASIONAL TERHADAP
KONFLIK KASHMIR
1.
Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) mengatakan,
pihaknya memiliki "perhatian besar" tentang situasi di Kashmir,
tetapi mengisyaratkan bahwa pihaknya tidak akan berusaha menengahi konflik
wilayah Himalaya antara Pakistan dan India itu.
Para pejabat
yang jarang berbicara secara terbuka tentang Kashmir yang India anggap
satu masalah domestik. Namun, Pakistan mengajukan masalah itu secara tegas
dalam perundingan-perundingan tingkat pejabat tinggi dengan Amerika Serikat
yang bertujuan untuk meningkatkan kemitraan kedua negara yang sering terganggu
itu.
Dalam konflik
Kashmir ini, AS malah mendampingi Rusia membantu India. Di sinilah kepentingan
politik AS bermain. Ketika kelompok Islam yang dijadikan sasaran, maka AS akan
dengan gencar memberikan dukungan.Amerika Serikat sebagai negara adidaya,
memiliki tingkat pressure yang sangat kuat, sehingga mampu
menundukkan mantan Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif. Dalam
pernyataanya, NawazSharif menjanjikan akan menarik pasukan Pakistan
dari wilayah Kashmir. Tentu saja pernyataan Sharif tersebut mendapat
tanggapan keras, baik dari para pejuang Kashmir maupun dari masyakat
Pakistan.Dus, akhirnya Nawaz Sharif terguling dalam sebuah kudeta tak berdarah
yang dipimpin Jenderal Pervez Musharraf.
2.
Rusia
India dalam
perjalanan sejarahnya selalu melakukan aliansi politik dengan Soviet (kini
Rusia). Keberpihakan kapada Soviet ini menjadikan India berada di Blok Timur
(Komunisme) dan berseberangan dengan Blok Barat (AS). Namun pasca leburnya
perang dingin dengan ditandai runtuhnya Uni Soviet (sebagai kekuatan
Komunisme/Blok Timur) yang menjadikan AS satu-satunya negara adikuasa,
telah merubah haluan keberpihakan AS. Dalam konflik Kashmir ini, AS malah
mendampingi Rusia membantu India. Di sinilah kepentingan politk AS bermain.
Ketika kelompok Islam yang dijadikan sasaran, maka AS akan dengan gencar
memberikan dukungan.
3.
RRC
RRC dan India memiliki sejarah suram
antar keduanya dan mencapai klimaksnya pada Perang Cina – India. Perang
perbatasan Cina-India berakhir dengan kekalahan tragis militer India. Hal ini
mendorong India untuk mengembangkan militernya baik konvensional maupun
non-konvensional dengan kemampuan untuk menghadapi Cina. Langkah ke arah ini
dapat dilihat misalnya dengan rencana pengadaan 300 TUT T-90, yang jelas
dimaksudkan untuk pertahanan menghadapi Cina. Sekali pun keadaan antara
India dan Cina mulai mencair, serta hubungan kedua negara bertambah baik
terutama sejak kunjungan Jiang Zemin November 1996, namun sangat jelas bahwa
India masih menganggap Cina sebagai ancaman. Entah itu dari analisis militer
atau pun hanya sebagai alasan untuk mengembangkan kekuatan militer-nya, yang
jelas proyeksi militer India ditujukan untuk menyaingi kekuatan militer Cina.
Satu hal yang paling jelas adalah
pernyataan para petinggi India pasca percobaan nuklir Pokhran
II tahun 1998, bahwa alasan dari pengembangan militer India adalah untuk
menghadapi ancaman Cina. Tak kurang PM Atal Behari Vajpayee dan Menteri
Pertahanannya, George Fernandes memberikan pernyataan tersebut, yang kemudian
disikapi dengan kemarahan besar dari para pejabat Cina. Sekali pun kemudian
pernyataan tersebut dibantah oleh India. Membaiknya hubungan Cina-India
kemungkinan tidak lepas dari upaya Cina untuk menjamin keamanannya di Barat
Laut, menjelang Invasi ke Taiwan. Bukan rahasia lagi bahwa Cina tengah
mempersiapkan Invasi ke Taiwan dan mungkin juga ke Kepulauan Cina Selatan yang
merupakan bagian dari 'urusan dalam negeri' Cina. Dan
keberadaan India yang bermusuhan sangat menghalangi hal ini. Cina harus
menjamin persahabatan dengan India sebelum dapat membereskan 'urusan
dalam negerinya'.
4.
Indonesia
Indonesia menganut politik luar
negeri bebas aktif, sehingga Indonesia selalu mendukung penyelesaian konflik
dengan jalan damai dan tidak memihak salah satu pihak yang bersengketa. Dalam
konflik Kashmir, Indonesia diminta oleh Pakistan untuk membujuk India untuk
mengakhiri konflik tersebut. Pemerintah Indonesia tetap mendukung segala bentuk
penyelesaian konflik dengan damai.
KESIMPULAN
Pada masalah
perebutan wilayah Kashmir oleh India dan Pakistan , sebenarnya baik PBB maupun
SAARC telah berusaha keras untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan damai. Terbukti
dengan banyaknya resolusi yang telah dikeluarkan PBB yang intinya meminta agar
India dan Pakistan melakukan genjatan senjata, serta melakukan referendum
sesuai kehendak rakyat di bawah pengawasan PBB untuk menentukan penggabungan
Kashmir dengan India atau Pakistan.
Dalam
perencanaan pelaksanaan referendum, PBB menghadapi beberapa masalah yang
kompleks. Hal tersebut karena adanya perbedaan pendapat antara India dan
Pakistan. Pakistan menolak adanya kekuatan militer pada pelaksanaan referendum
karena ditakutkan India akan mempengaruhi pelaksanaan maupun hasil referendum.
Selain itu, sebenarnya India menghadapi ketakutan jika referendum dilakukan maka Kashmir akan
menjadi bagian dari Pakistan. Karena baik India maupun Pakistan memiliki
kepentingan masing-masing dalam keinginan menguasai Kashmir, sehingga resolusi
yang di keluarkan PBB maupun SAARC tidak dapat dilakukan karena terbentur
dengan kepentingan nasional kedua negara.
Pada
akhirnya keterlibatan, usaha dan peran PBB maupun SAARC sepertinya terasa
sia-sia dan tidak dihargai karena referendum yang telah diputuskan, tidak
pernah dilaksanakan oleh India dan Pakistan. Padahal keterlibatan PBB merupakan atas permintaan India
dan Pakistan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Thompson, Milburn.
2009. Keadilan dan Perdamaian. Jakarta:
BPK Gunung Mulia
Pribadi,
Jubaidi. 1999. Kashmir dan Timor Timur (Peran PBB). Jawa Barat:
Yayasan Pustaka Grafiksi.
Wirsing, Robert G.1994. India, Pakistan, and the Kashmir
Dispute : On Regional Conflict and Its Resolution, London: Mac Millan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_I
diakses 06 Agustus 2012 pukul
14.35 WIB
http://wikipedia.org/wiki/Perang_India-Pakistan di akses tanggal 1 Agustus 2012 pukul 18.25 WIB
http://azhafizfebrian.blogspot.com/2011/11/penyebab-terjadinya-konflik-dalam.html
diakses 06 Agustus 2012 pukul 14.35 WIB
[1]
Keadilan dan Perdamaian, L. millburn Thompson. Hlm 230
[2] id.wikipedia.org/wiki/Perang_India-Pakistan di akses tanggal 1 Agustus 2012 pukul 18.25 WIB
[3]
http://azhafizfebrian.blogspot.com/2011/11/penyebab-terjadinya-konflik-dalam.html
diakses 06 Agustus 2012 pukul 14.35 WIB
[4]
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_I
diakses 06 Agustus 2012 pukul
14.35 WIB
[5]
http://id.wikipedia.org/wiki/Perserikatan_Bangsa-Bangsa
diakses 06 Agustus 2012 pukul
14.35 WIB
[6]
Jubaidi Pribadi, hlm. 58.
[7]
Wirsing, Robert G, India, Pakistan, and the Kashmir Dispute : On Regional
Conflict and Its Resolution, Mac Millan, London, 1994, hlm. 124
Tidak ada komentar:
Posting Komentar