Rabu, 08 Agustus 2012

PERAN PBB DAN SAARC DALAM PENYELESAIAN KONFLIK KASHMIR


PERAN PBB DAN SAARC
DALAM PENYELESAIAN KONFLIK KASHMIR
Oleh:
Sukmika Mardalena
1101111494


Abstract
Kashmir issue has long seemed to sink even though the conflict in the region is not over till now. However the existence of this problem is one thing that became the focus of attention of India-Pakistan relations over the years. These problems also contribute to the tidal India Pakistan relations. This article will discuss more about the kashmir conflict resolution related to the role of the United Nations and the SAARC as the largest and most influential international organization in the world and South Asia in particular.
Keywords: Conflict, Resolution, Role, United Nation and SAARC

PENDAHULUAN
            Kashmir merupakan salah satu wilayah paling berbahaya dalam konflik global antara India dan Pakistan. Ketika India dan Pakistan terpisah tahun 1947 pada akhir kekuasaan kolonial Inggris, penguasa Hindu dari mayoritas Muslim Kashmir memilih bergabung dengan India. India dan Pakistan segera terlibat dalam perang memperebutkan Kashmir. Pakistan berhasil menguasaai sebagian wilayah tersebut. Ketegangan etnis dan territorial terus berlanjut bahkan makin parah sepanjang era tahun 1990-an hingga awal abad  ke-21. Pada akhir tahun 2002, India sudah menempatkan lebih dari 250.000 tentara wilayah itu, dan sekurang-kurangnya 30.000 orang tewas dalam konflik tersebut.[1] Bahkan sampai saat ini pun kejelasan resmi akan status Kashmir pun belum diketahui secara pasti.
Terdapat tiga perang utama dan satu perang kecil antara kedua negara. Casus belli tiap perang ini disebabkan oleh wilayah Kashmir yang diperdebatkan, dengan pengecualian Perang India-Pakistan 1971 yang disebabkan oleh masalah wilayah Pakistan Timur
  1. Perang India-Pakistan 1947: Pakistan merbut 1/3 Kashmir (Pakistan mengklaim Kashmir sebagai wilayahnya) dengan bantuan Pashtun. Hindu dan Sikhs dihilangkan dari Kashmir Pakistan. India membalas dengan mengirim pasukan ke Gurdaspur.
  2. Perang India-Pakistan 1965: Pasukan Pakistan berusaha memasuki teritori Kashmir India untuk memicu pemberontakan oleh Kashmir. Rencana ini gagal dan penyusup dapat ditemukan, sehingga India membalas hal ini. Perang ini diakhiri dengan gencatan senjata, dan India dapat merebut sedikit teritori Pakistan.
  3. Perang India-Pakistan 1971: Bangladesh meminta kemerdekaan dari Pakistan. Tentara Pakistan melakukan pembunuhan dan pemerkosaan besar di Bangladesh dan genoside penduduk Bengali. Jutaan pengungsi pindah ke India. India membantu Mukti-Bahini Bangladesh dan menaklukan Pakistan, sehingga Bangladesh merdeka dan Pakistan menyerah seluruhnya.
  4. Perang India-Pakistan 1999, juga disebut "Perang Kargil": Tentara Pakistan dan beberapa pemberontak Kashmir merebut pos tentara India. India membalas dan merebut kembali pos itu. Tekanan internasional terhadap Pakistan membuatnya mundur. Perang berakhir dengan India merebu Kargil dan isolasi diplomatik Pakistan.[2]
            Bagaimanapun juga konflik Kashmir ini membutuhkan solusi yang tepat. Berbagai cara telah ditempuh kedua negara untuk menyelesaikan konflik tersebut termasuk dengan cara meminta bantuan dari organisasi Internasional seperti PBB dan SAARC. Namun sampai saat ini lembaga internasional tersebut belum menampakkan peranan penting mereka dalam perdamaian India-Pakistan, di tambah lagi dengan mulai adanya campur tangan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia serta Cina yang membuat masalah Kashmir semakin kompleks.
PEMBAHASAN
Kashmir merupakan wilayah terpenting setelah Hyderabadh. Dengan keindahan pemandangan yang dimilikinya, Kashmir dijuluki sebagai Negeri Taman Musim Abadi. Baik bagi India maupun Pakistan kepemilikan Kashmir merupakan suatu hal penting bagi kelangsungan negaranya masing-masing. Bagi India sendiri ada beberapa aspek yang membuat India tidak mau melepaskan Jammu-Kashmir dari kekuasaannya.
Bagi India, Kashmir merupakan bagian yang tidak terpisahkan.kepentingan India atas Kashmir tidak hanaya padaa dimensi politik semata, melainkan terhadap berbagai kepentingan lainnya. Seperti kepentingan geopolitis Kashmir bagi India adalah dengan dikuasainya Kashmir akan memungkinkan India memiliki akses strategis di bagian barat daya. Disamping menyediakan suatu rangkaian hubungan tradisional antara Asia Tengah dan Subkontinen. Hubungan India dengan ketiga Negara tetangganya yang terpenting yaitu Rusia, China serta Afghanistan sangat tergantung pada luasnya wilayah Kashmir yang dapaty dikuasai. Selain itu, Kashmir memiliki enam aliran sungai yang berguna sebagai perairan irigasi yaitu Chenab, Jhelum, Indus, Sutlej, Beas dan Ravi. Apabila Pakistan menguasai Kashmir, ada kekhawatiran dari India akan sungai-sungai tersebut tidak akan mengairi India.

Bagi Pakistan, wilayah Kashmir merupakan wilayah yang penting bagi negaranya. Dari segi sosial budaya, Pakistan merasa memiliki kesamaan dengan Kashmir, salah satunya yaitu mayoritas masyarakatnya yang memeluk agama Islam. Kashmir memiliki tiga aliran sungai yaitu Chenab, Jhelum dan Indus yang mengairi Pakistan. Selain itu, Pakistan juga memiliki ketergantungan terhadap India atas tiga sungai lainnya yang mengalir dari India ke Pakistan yaitu Sutlej, Beas, dan Ravi.

Sungai-sungai tersebut mengairi sekitar 20 juta akre tanah Pakistan, yang ditumbuhi padi, gandum, tebu, kapas, dan lain-lainnya. Sehingga apabila Pakistan menguasai Kashmir maka Pakistan tidak perlu khawatir akan terjadinya krisis air di negara, seperti yang terjadi pada tahun 1948, 1952 dan 1958 dimana India menghentikan aliran sungai ke Pakistan.

Oleh karena itu, Kashmir merupakan kunci ketahanan pangan Pakistan karena apabila sungai-sungai tersebut tidak mengairi Pakistan maka yang terjadi adalah masyarakat Pakistan kemungkinan bisa saja dilanda kelaparan dan pemerintah Pakistan juga tidak dapat melakukan ekspor bahan-bahan pangan.

SAARC (South Asian Association of Regional Cooperation)
Upaya SAARC dalam penyelesaian konflik Kashmir
Permusuhan antara India dan Pakistan merupakan salah satu hubungan persengketaan yang paling awet yang pernah terjadi di antara dua negara bertetangga. Di beberapa masa jeda damai, persengketaan di antara mereka sudah hampir berumur 57 tahun, sama tuanya dengan usia kedua negara itu sendiri. Konflik India-Pakistan merupakan konflik yang sangat berpengaruh dan mengganggu di kawasan Asia Selatan, karena konflik tersebut melibatkan dua Negara besar yaitu India dan Pakistan. Konflik India-Pakistan juga berdampak buruk bagi organisasi SAARC (South Asian Association of Regional Cooperation), yaitu organisasi internasional regional yang beranggotakan negara-negara Asia Selatan, dimana India dan Pakistan juga merupakan anggota dari SAARC.
 Kemelut ini akan mengganggu kemajuan dan eksistensi SAARC di masa mendatang, karena selain mereka sebagai negara-negara dominan juga sangat tidak mungkin apabila Negara-negara yang berada dalam satu organisasi terlibat konflik atau atau perang dengan negara lain sesama anggota.
Jalan menuju perdamaian antara India dan Pakistan sangatlah panjang, setelah menyepakati gencatan senjata pada awal tahun 1949, menyusul perang pertama pada tahun 1947, hubungan antara kedua negara kembali memburuk. Ketegangan mencapai klimaks pada September 1965 ketika pasukan India dan Pakistan kembali dikerahkan ke medan perang. Kesepakatan damai akhirnya ditandatangani pada tahun 1966, tetapi lima tahun kemudian, tahun 1971 mereka kembali bertempur, kali ini karena sengketa soal wilayah Pakistan Timur, yang kemudian menjadi Bangladesh. Perdamaian terjadi lagi pada tahun 1972, yang diikuti masa tenang yang relatif panjang, hingga dilakukannya berbagai kegiatan uji coba rudal nuklir di kedua negara, yang dimulai pada dekade 1990-an.
Tahun 1985 Negara-negara di Asia Selatan, membentuk organisasi internasional regional Asia Selatan atau SAARC ( South Asian Association of Regional Cooperation), dimana India dan Pakistan adalah anggota dari organisasi ini. Dan konflik yang terjadi antara India dan Pakistan menjadi agenda SAARC untuk ikut membantu menyelesaikannya yaitu sebagai mediator dari India dan Pakistan.
Pada pertemuan KTT SAARC yang ke sepuluh, bulan juli tahun 1998 di Colombo, Srilanka. Perdana Menteri India (PM Vajpayee) dan PM Nawaz Syarif, (PM Pakistan), setuju untuk menjalin hubungan kerjasama dan mengadakan perundingan selanjutnya di kota Lahore, Pakistan.
Pada pertemuan KTT SAARC yang kesebelas, bulan januari 2002 di Kathmandu,Nepal. India dan Pakistan kembali bertemu untuk membahas tentang konflik yang ada diantara mereka, tapi belum berhasil mencapai kesepakatan.  Usaha perdamaian SAARC terjadi pada Januari 2004, dalam KTT SAARC yang keduabelas di Islamabad, Pakistan. India dan Pakistan sepakat untuk memulai dialog menyeluruh pada bulan februari, mereka berjanji pertemuan mereka pada akhirnya juga akan menyelesaikan sengketa Kashmir.
            Dari semua hal yang di upayakan oleh SAARC , sampai saat ini SAARC belum menemukan titik terang dalam penyelesaian konflik Kasmir. Dengan kata lain selama ini SAARC hanyalah wadah bagi wakil baik dari India maupun Pakistan untuk berunding dan mencoba menyelesaikan pertikaian mereka. [3]
PBB (Perserikatan Bangsa – Bangsa)
             Ketika Perang Dunia I yang terjadi pada tahun 1914 hingga 1918, keadaan dunia semakin berada dalam situasi kondisi yang sangat mengerikan karena mengakibatkan lebih dari 40 juta orang tewas termasuk militer dan warga sipil.  Oleh karena itu, untuk menangani dan mendamaikan keamanan internasional maka dibentuk sebuah institusi atau lembaga internasional, yaitu Liga Bangsa-Bangsa atau disingkat LBB .[4]

            Liga Bangsa-Bangsa mulai dicetuskan pada Konferensi Perdamaian Paris tahun 1919, dan secara resmi berdiri pada 10 Januari 1920.  Selain bertujuan untuk menciptakan perdamaian dunia setelah perang dunia 1,  LBB juga memiliki tugas lain yaitu melakukan pelucutan senjata, menyelesaikan permasalahan negara-negara melalui negosiasi dan resolusi, mengadakan kerjasama internasional demi meningkatkan keamanan dunia, dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat global.

            Namun pada tahun 1939 kembali terjadi Perang Dunia dan berakhir pada tahun 1945. Perang ini  disebut sebagai Perang Dunia II. Kembali terjaadinya perang dunia, dinilai sebagai salah satu gagalnya LBB dalam mempertahankan perdamaian dunia terutama setelah terjadinya perang dunia I. Oleh karena itu, LBB dianggap tidak efektif oleh dunia internasional. Ketika perang dunia II berlangsung, dunia internasional berusaha untuk mencari solusi perdamaian.
           
Pada 1 Januari 1942 dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, mencetuskan nama Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB.  Pada Konferensi San Fransisco tahun 1945, para wakil 50 negara menyusun Piagam PBB dan diratifikasi pada 26 Juni 1945.  PBB secara resmi berdiri pada 26 Oktober 1945 ketika Piagam PBB telah ditandatangani oleh para wakil negara.[5]

Berdasarkan Piagam PBB, tujuan dibentuknya lembaga internasional ini adalah untuk menjaga perdamaian dunia, mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa, memupuk kerjasama internasional untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi, sosial, dan budaya, serta mengembangkan penghormatan atas kebebasan dan Hak Asasi Manusia (HAM).  Selain itu, PBB merupakan organisasi internasional tertinggi di dunia yang mempunyai kekuasaan diatas seluruh perjanjian lainnya.

Markas PBB berpusat di New York,  Amerika Serikat. Hingga tahun 2007, anggota PBB berjumlah 192 negara-bangsa dan sejak 1 Januari 2007, Sekretaris Jenderal PBB dipegang oleh Ban Ki Moon, asal Korea Selatan.  Struktur organisasi PBB terdiri dari Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, Dewan Perwalian PBB, Sekretariat PBB, serta Mahkamah Internasional.


Upaya PBB dalam menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir
Keterlibatan  India dalam pemberontakan di Poonch mengakibatkan keadaan Kashmir semakin memanas. Pengakuan India atas kepemilikan Kashmir berdasarkan Instrument of Accession, mendapat pertentangan dari Pemerintah Pakistan karena Pakistan masih meyakini Kashmir berada dalam status quo perjanjian berdasarkan Standstill Agreement. Bahkan pemberontakan rakyat Kashmir terhadap pemerintahnya berubah menjadi perang terbuka antara India dan Pakistan.

Setelah perang tersebut berakhir, India dan Pakistan sepakat mengadakan Pertemuan Lahore pada 2 November 1947, yang dihadiri oleh Gubernur Jenderal Pakistan Mohammad Ali Jinnah dan Gubernur Jenderal India Lord Mounbatten. Salah satu hasil pertemuan tersebut adalah akan melaksanakan referendum dibawah pengawasan PBB. Setelah hasil pertemuan tersebut dilaporkan kepada Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Pakistan Liquat Ali Khan, kedua negara pun menyetujuinya.

Maka sejak 1 Januari 1948, masalah Kashmir menjadi permasalahan dunia internasional dibawah naungan PBB. Pada 1 Januari 1948, India melaporkan kepada DK PBB bahwa Pakistan ikut membantu pemberontakan di Poonch. Berdasarkan laporan tersebut, dalam piagam PBB Pasal 35 disebutkan bahwa Pakistan masih dapat mengendalikan 2/5 bagian negara. Selain itu, PBB juga meminta agar India dan Pakistan segera melakukan genjatan senjata.
           
Upaya PBB semakin optimal ketika pada 20 Januari 1948, DK PBB membentuk United Nation Comission for India and Pakistan (UNCIP) yang anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Belgia dan Argentina. Namun pada 21 April 1948, PBB memutuskan untuk menambah dua anggota baru UNCIP, yaitu Kolombia dan Cekoslowakia. Selain itu, diputuskan pula bahwa India dan Pakistan harus menarik pasukan, berhenti perang, mengembalikan pengungsi, membebaskan tahanan politik, serta secepatnya melaksanakan referendum atas status Kashmir.

Pada Juli 1948, Menteri Luar Negeri yang juga sebagai delegasi Pakistan di PBB, Zafrulla Khan mengakui bahwa tentara Pakistan berada di Kashmir. Pada 13 Agustus 1948, UNCIP mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa adanya keterlibatan Pakistan atas terjadinya perang di Poonch. PBB juga meminta agar Pakistan dan India menarik pasukannya di Kashmir. Dalam resolusi tersebut dinyatakan bahwa :

"Pemerintah India dan pemerintah Pakistan menegaskan kembali bahwa status masa depan Jammu-Kashmir akan ditentukan sesuai dengan kehendak rakyat dan untuk mencapai tujuan tersebut, atas penerimaan Perjanjian Genjatan Senjata, kedua pemerintah menyetujui untuk memulai konsultasi dengan Komisi untuk menentukan syarat-syarat yang adil, seimbang, bebas dan terjamin". [6]

Namun rencana pelaksanaan referendum belum juga dapat dilaksanakan maka pada 11 Desember 1948, PBB menegaskan kembali agar melakukan referendum dan genjatan senjata. Namun penegasan tersebut tidak memberikan pengaruh apapun karena Pakistan masih belum mematuhi resolusi sebelumnya, seperti menarik bersih pasukannya dari Kashmir. Terlebih lagi, Pakistan masih mengurusi urusan dalam negerinya sebagai sebuah negara baru, terutama mengenai demografi negaranya.

Pada 5 Januari 1949, PBB kembali mengeluarkan resolusi yang menyebutkan bahwa "the question of accession of the state of Jammu and Kashmir to India or Pakistan will be decided through the democratic method of a free and impartial plebiscite. [7] Resolusi tersebut juga menyatakan untuk penarikan pasukan Pakistan dari Kashmir, mengukuhkan hak tentara India dalam mempertahankan Kashmir, dan segera melaksanakan referendum di Kashmir secara independen.

Setelah India dan Pakistan mengumumkan genjatan senjata dibawah naungan PBB, maka selama tahun 1949 PBB melalui UNCIP melakukan berbagai pertemuan dan kesepakatan mengenai perumusan proses genjatan senjata yang dilakukan. Proses-proses tersebut antara lain mengenai garis genjatan senjata, penarikan pasukan secara bertahap, serta pengawasan proses genjatan senjata.

            Kasus perebutan wilayah Kashmir yang berlaru-larut memutuskan PBB untuk mencoba pendekatan baru, yaitu dengan mengirimkan perwakilan PBB ke India dan Pakistan untuk mencari solusi yang dapat disepakati oleh kedua negara. Perwakilan PBB yang pertama, yaitu DK PBB Presiden Jenderal AG L McNaughton yang membawa sebuah proposal yang menyarankan agar kedua negara melakukan demiliterisasi Kashmir untuk memastikan bahwa proses referendum tidak akan memihak salah satu negara. Namun, proposal tersebut ditolak oleh India. 

Kemudian, tahun 1950 PBB mengutus Sir Owen Dixon bertemu dengan pejabat India dan Pakistan untuk kembali mencari solusi. Sir Owen Dixon juga membawa proposal yang menyarankan agar pelaksanaan referendum hanya dilakukan di daerah yang bermasalah (Valley of Kashmir), dan wilayah lainnya menentukan keputusan sendiri untuk bergabung dengan India atau Pakistan. Proposal yang dikenal dengan Dixon Plan” juga mendapat penolakan dari India dan Pakistan.

Agar India dan Pakistan menyetujui proposal yang diajukan PBB, maka dikirim kembali perwakilan PBB, yaitu Frank Graham untuk menyelesaikan konflik dalam waktu tiga bulan. Setelah melewati jangka waktu yang ditentukan, belum juga ditemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan Kashmir. Namun pada 30 Maret 1951, PBB membentuk pasukan keamanan militer untuk mencegah terjadinya perang di daerah perbatasan Kashmir, India dan Pakistan.

Kegagalan-kegagalan yang dialami, tidak membuat PBB menyerah untuk menyelesaikan persengketaan Kashmir. Berbagai cara dilakukan kembali untuk menemukan solusi yang benar-benar dapat disepakati oleh India dan Pakistan. Oleh karena itu, pada tahun 1957 PBB kembali  mengirim perwakilannya, yaitu Gunnar Jarring, namun mengalami kegagalan pula.

Setelah usaha-usaha memaksa India untuk menaati resolusi PBB tidak pernah terwujud, maka pada tahun 1957, Pakistan mencoba kembali mengangkat isu Kasmir ke PBB, yang kemudian hasilnya adalah PBB menolak ratifikasi Instrument of Accession, namun hasil tersebut ditolak India. Resolusi tersebut juga mengulangi resolusi sebelumnya yang menyatakan bahwa masa depan Kashmir harus diputuskan sesuai kehendak rakyat melalui cara-cara yang demokratis dengan melaksanakan referendum yang bebas dan tidak memihak di bawah pengawasan PBB.

Pada tahun 1962, Dewan Keamanan PBB berusaha melakukan hak veto namun hal tersebut gagal.  Upaya PBB dalam menyelesaikan masalah ini terlihat melemah ketika dikeluarkannya resolusi tahun 1964 yang menyatakan bahwa permasalahan Kashmir antara India dan Pakistan sebaiknya diselesaikan dahulu secara bilateral. Berbagai resolusi yang dikeluarkan tidak juga menyelesaikan permasalahan Kashmir. Bahkan India dan Pakistan kembali terlibat perang terbuka pada tahun 1965 dan tahun 1971, yang mengakibatkan ratusan ribu korban jiwa, korban terluka dan tertangkap.

Kepentingan dan posisi PBB dalam kasus perebutan wilayah Kashmir
Dalam perebutan wilayah Kashmir antara India dan Pakistan, keterlibatan PBB adalah sebagai aktor non-negara yang  dibentuk oleh negara-bangsa atau yang dikenal dengan Intergovernmental Organization (IGOs). Walaupun terdiri dari negara-bangsa, PBB tetap berada pada posisi yang tidak memihak negara manapun. Walaupun dalam konflik Kashmir, PBB membentuk UNCIP yang terdiri dari lima negara anggota, hal tersebut tetap tidak menghapuskan posisi netral PBB. Keterlibatan PBB merupakan sebagai aktor non-negara yang menjalankan upaya diplomasinya melalu jalur second track diplomacy.

PBB bergerak hanya berlandaskan pada satu kepentingan bersama yaitu menyelesaikan konflik Kashmir antara India dan Pakistan dengan jalan damai. Berdasarkan dengan teori liberalisme yang mengutamakan peran pada institusi yang melampaui negara, maka pada konflik Kashmir, peran PBB memang diperlukan karena PBB merupakan organisasi tertinggi internasional yang dapat mengawasi dan mengendalikan suatu negara.

Dalam mencari solusi untuk menyelesaikan konflik Kashmir, PBB lebih mengedepankan cara-cara damai tanpa kekuatan militer demi mewujudkan perdamaian dan keamanan bersama, sesuai dengan konsep liberalisme, dikatakan pula bahwa untuk mencapai perdamaian dapat menggunakan cara demokrasi. Seperti yang terjadi pada Kashmir, PBB menegaskan pelaksanaan referendum sebagai cara yang demokratis untuk menentukan status Kashmir. Kepentingan PBB dalam konflik perebutan wilayah Kashmir yaitu hanya untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan damai tanpa adanya kepentingan pihak-pihak lain yang mempengaruhi PBB.

Namun pada kenyataannya, hingga akhir tahun 1977 pelaksanaan referendum juga belum dilakukan. Kenyataan ini dapat mematahkan teori liberalisme yang menekankan peran institusi dengan jalan perdamaian merupakan cara yang tidak terlalu efektif dalam menyelesaikan permasalahan Kashmir antara India dan Pakistan.

Dengan terjadinya kembali dua kali perang besar antara India dan Pakistan, memperlihatkan bahwa konsep realisme yang menggunakan jalan perang dan keamanan lebih efektif terhadap permasalahan Kashmir. Cara-cara anarkhi yang digunakan India dan Pakistan, dilakukan agar adanya keseimbangan kekuatan. Berdasarkan konsep realisme, berlarut-larutnya konflik Kashmir dikarenakan adanya kepentingan nasional, faktor keamanan,dan kekuasaan yang kuat.

Pemerintah India dan Pakistan memiliki kepentingan tersendiri untuk menguasai Kashmir, terutama karena adanya aliran sungai dan wilayah yang strategis untuk dibangun keamanan militer di Kashmir. Dengan resolusi PBB tahun 1964 yang menyerahkan kembali permasalahan Kashmir untuk diselesaikan secara bilateral India dan Pakistan.

Keberhasilan PBB dalam menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir
            Selama mengeluarkan kebijakan dalam menyelesaikan kasus perebutan Kashmir, PBB telah mencapai beberapa keberhasilannya. Salah satunya yaitu, PBB berhasil meminta India dan Pakistan untuk melakukan genjatan senjata pada setiap kali India dan Pakistan terlibat perang, yaitu pada tahun 1947, 1965, dan 1971. Walaupun prosesnya memakan waktu lama, setidaknya PBB juga berhasil membujuk India dan Pakistan untuk menarik pasukan militernya dari Kashmir.

Disamping keberhasilan yang dicapai, namun PBB tetap memiliki kegagalan dalam tujuan untuk menyelesaikan perebutan wilayah Kashmir. Salah satunya yaitu pembentukan UNCIP. Hal tersebut karena peran UNCIP tidak terlalu dapat membantu permasalahan Kashmir dengan solusi yang tepat. Baik DK PBB maupun UNCIP hanya mengeluarkan resolusi tanpa adanya sangsi yang lebih keras lagi. Berkali-kali resolusi dikeluarkan namun India dan Pakistan tetap saja mempertahankan kepentingan dan solusinya masing-masing.

Kebijakan yang dikeluarkan PBB memang menggunakan cara-cara yang damai dan lebih mengutamakan diplomasi. Namun sepertinya usaha yang dilakukan PBB tidak terlalu dapat memperbaiki kondisi hubungan kedua negara karena resolusi yang dikeluarkan PBB tidak dijalankan oleh India maupun Pakistan. Bahkan proposal saran yang dibawa oleh utusan-utusan PBB ditolak oleh India dan Pakistan.

PANDANGAN INTERNASIONAL  TERHADAP KONFLIK KASHMIR
1.      Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) mengatakan, pihaknya memiliki "perhatian besar" tentang situasi di Kashmir, tetapi mengisyaratkan bahwa pihaknya tidak akan berusaha menengahi konflik wilayah Himalaya antara Pakistan dan India itu.
Para pejabat yang jarang berbicara secara terbuka tentang Kashmir yang India anggap satu masalah domestik. Namun, Pakistan mengajukan masalah itu secara tegas dalam perundingan-perundingan tingkat pejabat tinggi dengan Amerika Serikat yang bertujuan untuk meningkatkan kemitraan kedua negara yang sering terganggu itu.
Dalam konflik Kashmir ini, AS malah mendampingi Rusia membantu India. Di sinilah kepentingan politik AS bermain. Ketika kelompok Islam yang dijadikan sasaran, maka AS akan dengan gencar memberikan dukungan.Amerika Serikat sebagai negara adidaya, memiliki tingkat  pressure yang sangat kuat, sehingga mampu menundukkan mantan Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif. Dalam pernyataanya, NawazSharif menjanjikan akan menarik pasukan Pakistan dari wilayah Kashmir. Tentu saja pernyataan Sharif tersebut mendapat tanggapan keras, baik dari para pejuang Kashmir maupun dari masyakat Pakistan.Dus, akhirnya Nawaz Sharif terguling dalam sebuah kudeta tak berdarah yang dipimpin Jenderal Pervez Musharraf.



2.       Rusia
India dalam perjalanan sejarahnya selalu melakukan aliansi politik dengan Soviet (kini Rusia). Keberpihakan kapada Soviet ini menjadikan India berada di Blok Timur (Komunisme) dan berseberangan dengan Blok Barat (AS). Namun pasca leburnya perang dingin dengan ditandai runtuhnya Uni Soviet (sebagai kekuatan Komunisme/Blok Timur) yang menjadikan AS  satu-satunya negara adikuasa, telah merubah haluan keberpihakan AS.  Dalam konflik Kashmir ini, AS malah mendampingi Rusia membantu India. Di sinilah kepentingan politk AS bermain. Ketika kelompok Islam yang dijadikan sasaran, maka AS akan dengan gencar memberikan dukungan.

3.       RRC
RRC dan India memiliki sejarah suram antar keduanya dan mencapai klimaksnya pada Perang Cina – India. Perang perbatasan Cina-India berakhir dengan kekalahan tragis militer India. Hal ini mendorong India untuk mengembangkan militernya baik konvensional maupun non-konvensional dengan kemampuan untuk menghadapi Cina. Langkah ke arah ini dapat dilihat misalnya dengan rencana pengadaan 300 TUT T-90, yang jelas dimaksudkan untuk pertahanan menghadapi Cina. Sekali pun keadaan  antara India dan Cina mulai mencair, serta hubungan kedua negara bertambah baik terutama sejak kunjungan Jiang Zemin November 1996, namun sangat jelas bahwa India masih menganggap Cina sebagai ancaman. Entah itu dari analisis militer atau pun hanya sebagai alasan untuk mengembangkan kekuatan militer-nya, yang jelas proyeksi militer India ditujukan untuk menyaingi kekuatan militer Cina.
Satu hal yang paling jelas adalah pernyataan para petinggi India pasca percobaan nuklir Pokhran II tahun 1998, bahwa alasan dari pengembangan militer India adalah untuk menghadapi ancaman Cina. Tak kurang PM Atal Behari Vajpayee dan Menteri Pertahanannya, George Fernandes memberikan pernyataan tersebut, yang kemudian disikapi dengan kemarahan besar dari para pejabat Cina. Sekali pun kemudian pernyataan tersebut dibantah oleh India. Membaiknya hubungan Cina-India kemungkinan tidak lepas dari upaya Cina untuk menjamin keamanannya di Barat Laut, menjelang Invasi ke Taiwan. Bukan rahasia lagi bahwa Cina tengah mempersiapkan Invasi ke Taiwan dan mungkin juga ke Kepulauan Cina Selatan yang merupakan bagian dari 'urusan dalam negeri' Cina. Dan keberadaan India yang bermusuhan sangat menghalangi hal ini. Cina harus menjamin persahabatan dengan India sebelum dapat membereskan 'urusan dalam negerinya'.
4.      Indonesia
Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif, sehingga Indonesia selalu mendukung penyelesaian konflik dengan jalan damai dan tidak memihak salah satu pihak yang bersengketa. Dalam konflik Kashmir, Indonesia diminta oleh Pakistan untuk membujuk India untuk mengakhiri konflik tersebut. Pemerintah Indonesia tetap mendukung segala bentuk penyelesaian konflik dengan damai.

KESIMPULAN
            Pada masalah perebutan wilayah Kashmir oleh India dan Pakistan , sebenarnya baik PBB maupun SAARC telah berusaha keras untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan damai. Terbukti dengan banyaknya resolusi yang telah dikeluarkan PBB yang intinya meminta agar India dan Pakistan melakukan genjatan senjata, serta melakukan referendum sesuai kehendak rakyat di bawah pengawasan PBB untuk menentukan penggabungan Kashmir dengan India atau Pakistan.
            Dalam perencanaan pelaksanaan referendum, PBB menghadapi beberapa masalah yang kompleks. Hal tersebut karena adanya perbedaan pendapat antara India dan Pakistan. Pakistan menolak adanya kekuatan militer pada pelaksanaan referendum karena ditakutkan India akan mempengaruhi pelaksanaan maupun hasil referendum. Selain itu, sebenarnya India menghadapi ketakutan  jika referendum dilakukan maka Kashmir akan menjadi bagian dari Pakistan. Karena baik India maupun Pakistan memiliki kepentingan masing-masing dalam keinginan menguasai Kashmir, sehingga resolusi yang di keluarkan PBB maupun SAARC tidak dapat dilakukan karena terbentur dengan kepentingan nasional kedua negara.
Pada akhirnya keterlibatan, usaha dan peran PBB maupun SAARC sepertinya terasa sia-sia dan tidak dihargai karena referendum yang telah diputuskan, tidak pernah dilaksanakan oleh India dan Pakistan. Padahal keterlibatan PBB merupakan atas permintaan India dan Pakistan sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Thompson, Milburn. 2009. Keadilan dan Perdamaian. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Pribadi, Jubaidi. 1999. Kashmir dan Timor Timur (Peran PBB).  Jawa Barat: Yayasan Pustaka Grafiksi.

Wirsing, Robert G.1994. India, Pakistan, and the Kashmir Dispute : On Regional Conflict and Its Resolution, London: Mac Millan.

http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_I diakses  06 Agustus 2012  pukul 14.35 WIB
http://wikipedia.org/wiki/Perang_India-Pakistan di akses tanggal 1 Agustus 2012 pukul 18.25 WIB
http://azhafizfebrian.blogspot.com/2011/11/penyebab-terjadinya-konflik-dalam.html diakses  06 Agustus 2012  pukul 14.35 WIB



[1] Keadilan dan Perdamaian, L. millburn Thompson. Hlm 230
[2] id.wikipedia.org/wiki/Perang_India-Pakistan di akses tanggal 1 Agustus 2012 pukul 18.25 WIB
[3] http://azhafizfebrian.blogspot.com/2011/11/penyebab-terjadinya-konflik-dalam.html diakses  06 Agustus 2012  pukul 14.35 WIB
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_I diakses  06 Agustus 2012  pukul 14.35 WIB
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Perserikatan_Bangsa-Bangsa diakses  06 Agustus 2012  pukul 14.35 WIB
[6] Jubaidi Pribadi,   hlm. 58.
[7] Wirsing, Robert G, India, Pakistan, and the Kashmir Dispute : On Regional Conflict and Its Resolution, Mac Millan, London, 1994, hlm. 124

Tidak ada komentar: