Senin, 05 November 2012

KONSEP POWER DAN NASIONAL POWER


TUGAS KE-5

KONSEP POWER DAN NASIONAL POWER


logo2
 









SUKMIKA MARDALENA
1101111494
PENGANTAR ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL-KELAS A






ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2012


PENDAHULUAN
Tujuan aktor negara dan power merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dengan  kata lain tujuan setiap aktor negara adalah power. Dalam studi disiplin hubungan internasional, power adalah suatu konsep yang paling sering digunakan sekaligus pula menjadi salah satu konsep yang paling kontroversial dan sulit didefenisikan.
Paper ini menjelaskan mengenai konsep power dan national power dimana dalam pembuatannya Penulis menggunakan berbagai sumber seperti buku-buku, internet dan lain lain yang relevan dengan judul di atas.
PEMBAHASAN
Konsep Power
Power adalah konsep yang sulit dipahami. Perannya sangat memusat pada hubungan internasional bahwa pemahaman dari power sangat kritis untuk pelajar dari subyek ini. Power didefiniskan sebagai kapasitas suatu aktor untuk mempengaruhi dan memaksa aktor-aktor lainnya, sehingga membolehkan adanya kontrol dari aktor tersebut. Power dianggap sebagai payung konsep yang menunjukkan segala sesuatu yang bisa menentukan dan memelihara kekuasaan aktor A terhadap aktor B.
Power, menurut Arnold Schwarzenberger merupakan salah satu faktor utama dalam Hubungan Internasional. Menurutnya kelompok-kelompok masyarakat (negara) dalam suatu sistem internasional akan melakukan apa yang mereka kuasai secara fisik lebih dari pada apa yang seharusnya mereka lakukan secara moral ( Perwita, 2005: 13).  Namun demikian, power bukanlah sesuatu yang bersifat destruktif, liar dan ststis. Power merupakan perpaduan antara pengaruh persuasif  dan kekuatan koersif. Power juga dapat diartikan sebagai fungsi dari jumlah penduduk, territorial, kapabilitas ekonomi, kekuatan militer, stabilitas politik dan kepiawaian diplomasi internasional. Power dapat pula dimaknai sebagai kemampuan untuk hal-hal yang sama melalui janji-janji ataupun pemberian keuntungan (konsesi). Dengan kata lain, power merupakan kemampuan untuk memperoleh apa yang di inginkan untuk mencapai output politik luar negri melaui kontrol terhadap lingkungan eksternal yang berubah. (Ibid, 13).
Power dibagi menjadi dua yaitu soft power dan hard power.  Soft power adalah kapasitas untuk mempengaruhi aktor lain untuk melakukan sesuatu melalui pengaruh daya tarik dari ideologi, kebudayaan, martabat, atau kesuksesan suatu negara mungkin membuat negara tersebut menjadi panutan dimana yang lain mau menjadi pengikutnya (Joseph S. Nye, 1990). Hard power adalah kemampuan suatu negara untuk memaksa kehendaknya pada aktor lain melalui kekuatan militer atau ekonominya, atau kombinasi keduanya.
Guna mendapatkan power, setiap negara harus memiliki sumber-sumber power yang dapat menjadi tolok ukur bagi negara tersebut untuk menerapkannya dalam interaksi dengan negara lain. Sumber-sumber power yang dimaksud adalah potensi yang dimiliki oleh sebuah negara dan pengembangan atas potensi tersebut dalam bentuk national power. Sumber-sumber power terang saja berasal dari dalam. Contohnya berupa teritorial, kapasitas SDM (kualitas dan kuantitas), kapabilitas ekonomi, kekuatan militer, stabilitas politik dan kepiawaian diplomasi internasional.
Demi tercapai tujuan kepentingannya, power tersebut diaplikasikan baik melalui persuasi, koersi, negosiasi (penawaran imbalan), maupun hukuman. Namun terdapat masalah penting yang mendasar dari adanya pengukuran power yakni bahwa tidak ada yang tahu motivasi atau niat sesungguhnya dari pelaku-pelaku interaksi internasional sehingga cara-cara pengukuran tersebut hanya bisa efektif bila power dilihat sebagai konsep atribut dan numerik.
National Power
National power merupakan kekuatan suatu bangsa untuk berinteraksi dengan bangsa lain. Sesungguhnya tidak ada definisi tunggal dan pasti mengenai national power. Namun, perbedaan definisi tentang national power ini pada akhirnya selalu berujung pada esensi yang sama, yakni sebagai modal peraih kepentingan dalam interaksi internasional dan bertujuan untuk bagaimana membuat Negara atau pihak lain, baik secara sukarela maupun terpaksa, untuk mengikuti keinginan Negara atau pihak tertentu tersebut. Oleh karena itu, kekuatan nasional dilihat dari esensi interaksi antar pelaku-pelakunya.
Konsep kekuatan nasional berkembang seiring dengan perubahan dunia yang berkembang pesat. Kekuatan militer bukan satu-satunya hal pendukung utama kekuatan yang dimiliki oleh suatu negara. Suzzane Nossel yang merupakan perwakilan Amerika pun mengatakan demikian. Bahwa kekuatan militer bukan satu-satunya kekuatan utama. Kekuatan-kekuatan yang dilihat dari aspek lain seperti diplomasi internasional dan pengenalan nilai Amerika pun sama pentingnya (Nossel, 2004: 132).
 Kekuatan dalam suatu negara bersifat dinamis (Perwita, 2005: 14). Kekuatan dalam suatu negara dapat mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan dan perkembangan negara tersebut. Seperti yang dialami Indonesia bertahun-tahun yang. Indonesia mengalami penurunan dalam bidang pendidikan. Dahulu, pelajar-pelajar dari Malaysia datang ke Indonesia untuk belajar, namun sekarang keadaan berbalik. Pelajar dari Indonesia datang ke Malaysia untuk belajar. Hal ini membuktikan bahwa tidak selamanya kekuatan nasional dari suatu negara mengalami pasang. Bisa saja kekuatan tersebut mengalami surut sesuai dengan keadaan dan perkembangan negara tersebut. 
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa kekuatan (power) menjadi suatu modal mendasar dalam usaha tercapainya suatu kepentingan. Demikian pula national power yang menjadi suatu modal penggerak kebijakan-kebijakan luar negeri yang didasarkan pada usaha tercapainya kepentingan nasional. National power ini harus dilihat dari esensi interaksi antar aktor-aktor Hubungan Internasional, tidak boleh hanya dilihat dari konteks numerik dan atribut saja .
Demi tercapainya kepentingan-kepentingan  dibutuhkan suatu modal yang mendukung dalam usaha pencapaiannya. Modal tersebut adalah power atau kekuatan. Negara sebagai dominator hubungan internasional memiliki tujuan yang harus dicapai dalam bentuk kepentingan nasional. Kepentingan nasional ini diraih dengan menggunakan modal national power atau kekuatan nasional.  Dengan kata lain power dan national power merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain.

REFERENSI
Perwita, Anak Agung Banyu and Yanyan Mochammad Yani. 2011. Pengantar Hubungan Internasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nye, Joseph.S. 2009. The Powers to Lead. UK: Oxford University Press
Sitepu, P. Anthonius. 2011. Studi Hubungan Internasional. Jakarta: Graha Ilmu

Nossel, Suzanne. 2004. "Smart Power" Foreign Affairs, Vol. 83, No. 2

POWER DAN KAPABILITAS NEGARA


TUGAS KE 6


POWER DAN KAPABILITAS NEGARA




OLEH:
SUKMIKA MARDALENA
1101111494
PENGANTAR ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL/KELAS A





JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2012


PENDAHULUAN
Hubungan Internasional sebagai sebuah disiplin ilmu bertujuan untuk memahami dan menganalisis fenomena-fenomena internasional. Untuk melakukannya, penting bagi mahasiswa agar mengetahui konsep-konsep dasar ilmu hubungan internasional agar analisa yang dilakukan menjadi tepat sasaran. Salah satu diantaranya adalah dengan mempelajari konsep power dan hubungannya dengan kapabilitas negara. Sebagaimana akan dijelaskan dalam tulisan berikut ini.
POWER DAN KAPABILITAS NEGARA
Power dalam studi hubungan internasional secara general bisa didefinisikan sebagai sebuah produk dalam hubungan sosial yang mengakibatkan terbentuknya kapasitas para aktor dalam menentukan arah dan tujuan (Barnett & Raymond, 2005:42). Sehingga aktor-aktor di sini mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengontrol eksistensi melalui konsep-konsep kepercayaan, kepentingan, dan action dalam interaksi yang telah dilakukan. Lebih jauh lagi, konsep power ini dapat dipilah menjadi tiga element yaitu, suatu kegiatan (proses/hubungan) untuk mempengaruhi, kemampuan untuk meningkatkan progress dari keberhasilan sebuah pengaruh, dan respon terhadap aksi tersebut.
Dalam ilmu HI, power dibagi menjadi dua, yaitu soft power dan hard power.
  • Soft power adalah suatu tindakan yang tidak melibatkan kekerasan untuk mempengaruhi suatu actor, misalnya diplomasi atau penyebaran kebudayaan. 
  • Hard power adalah kebalikan dari soft power, contohnya adalah serangan militer. 
Kekuasaan (power) adalah suatu sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan. Penggunaan kekuasaan selalu mengakibatkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan mengangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin.

Kekuasaan juga merupakan suatu kemampuan negara untuk mengatur dan mempengaruhi tingkah laku  tingkah laku bagi masyarakatnya agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Negara sebagai organisasi kekuasaan telah menempati posisi yang sentral dalam kehidupan kolektif manusia modern, negara tidak hanya dapat dipandang lagi sebagai sebuah entitas yang absolut, di mana semua stakeholder pendukung adanya negara harus tunduk secara mutlak terhadap negara, meskipun negara tersebut memiliki kekuasaan dan kemampuan bagi mengikat masyarakt-masyarakatnya. Namun, bagaimanapun juga negara adalah sesuatu soal yang sentral terutama dalam kaitannya dengan ilmu politik.

Power sebagai hubungan dan proses, dan juga dapat menjadi kuantitas, tetapi untuk tujuan analisis politik internasional, power dapat dipecah ke dalam tiga konsep elemen terpisah yaitu : (1) tindakan (proses, hubungan) mempengaruhi (influence) aktor lain, (2) power mencakup kemampuan (capability) yang digunakan untuk memberikan pengaruh yang signifikan, dan (3) tanggapan (response) terhadap tindakan tersebut (Holsti, 1964:182).
Kemampuan (capability) dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu negara yang dimobilisasi untuk mendukung tindakan mempengaruhi (influence). Apa yang krusial berkaitan kemampuan untuk mempengaruhi adalah bahwa negara tersebut memobilisasi kemampuan ini untuk tujuan politiknya, dan bahwa negara tersebut memiliki keterampilan dalam memobilisasi kemampuan tersebut demi mencapai tujuannya dan pada akhirnya akan mengahasilkan suatu tanggapan (response) dari negara tujuannya, baik berupa tanggapan positif maupun negative (Holsti, 1964:185). Dengan banyaknya power yang dimiliki suatu negara, maka potensi dan kapabililitas negara pun akan lebih meningkat.
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa power sangat berkaitan dengan kapabilitas suatu negara, karena power terdiri atas kemampuan suatu bangsa yang digunakan sebagai alat (means) untuk mendapatkan kepentingan nasional (national interest) negaranya. Power  melibatkan kemampuan untuk mempengaruhi, menggunakan tekanan ataupun ancaman untuk mengontrol perilaku negara – negara lain sesuai dengan kehendak sendiri demi mencapai kepentingan nasional.
REFERENSI
Holsti, K.J. 1964. "The Concept of Power in the Study of International Relations", Background, Vol. 7, No. 4, pp 194
Barnett, Michael & Duvall, Raymond. 2005. "Power in International Politics", International Organizations, Vol 59, No. 1; pp 39-75











KONSEP HUBUNGAN INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM


TUGAS KE-4

KONSEP HUBUNGAN INTERNASIONAL
DALAM PERSPEKTIF ISLAM



logo2
 









SUKMIKA MARDALENA
1101111494
PENGANTAR ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL-KELAS A




ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2012


PENDAHULUAN
Pentingnya kita mempelajari hubungan internasional dikarenakan hubungan internasional membantu kita peka terhadap apa yang  terjadi di sekitar kita, serta sebagai sarana untuk mengamati dunia dalam kondisi apapun. Namun munculnya ilmu hubungan internasional mendapat respon yang berbeda beda dari berbagai kalangan. Termasuk di antaranya pandangan dari kaum Islam.
Kajian pemikiran politik islam membahas mengenai perkembangan serta kebijaksanaan politik serta proses pembuatannya menurut perspektif Islam. Selanjutnya dikembangkan bagi studi Hubungan Internasional yang hirau terhadap pemikiran politik perspektif “non western”. 
KONSEP HUBUNGAN INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Menurut keyakinan umat Islam, hukum Islam di masa lampau, masa kini, dan masa depan harus di dasarkan  pada Al Qur’an dan Sunnah. (Ahmed An Na’im: 2007:24 ) Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa pada dasarnya hukum Islam sampai kapanpun tidak akan pernah berubah. Namun terjadi perdebatan antara para ilmuan muslim untuk menjawab persoalan yang kontemporer, dimana salah satu tantangan tersebut adalah sekularisasi yang ditetapkan sebagai sebuah modernisasi dikalangan bangsa barat. Tantangan kedua, globalisasi dimana adanya zona diluar Liberal-modernis, dimana terjadi perubahan bentuk pemerintahan menjadi demokrasi, dimana hal tersebut dijadikan jalan menuju sekulerisme ‘teologi liberal sekulerisme’ untuk mecari pembenaran melalui hubungan antar negara selain domestik.
Hal tersebut menjadikan nilai-nilai islam memudar dan mengasumsikan perubahan pola berpikir dan keyakinan dimana lebih besar atau sedikitnya pengaruh yang dibawa oleh pihak barat ke dunia islam. Hal ini bukan hanya menjadi tekanan kepada sarjana barat, tetapi juga menjadi tekanan yang luar biasa berat bagi sarjana muslim yang ada untuk menjelaskan pemudaran tersebut. Terjadinya pluralisasi kecenderungan untuk menundukan dunia islam terutama terhadap kebijakan dan kekuasaan negara.
Dunia Islam dan Dunia Barat
Kawasan luas Dunia Islam sekarang ini, khususnya Timur Tengah, sebagian besar adalah bekas daerah-daerah Kristen. Beberapa kawasan di antaranya, seperti Syria dan Mesir, juga Turki Eropa, adalah bekas pusat-pusat Kristen yang amat menentukan dalam masa-masa paling formatif agama itu. Sekarang Dunia Kristen lebih banyak diwakili oleh Dunia Barat. Meskipun kini sekularisme telah menggantikan konsep-konsep kenegaraan theokratis Kristen dan membawa Barat ke tingkat pencerahan yang jauh lebih tinggi dan berkemanusiaan yang lebih adil dan beradab, namun masih banyak kasus hubungan sengit antara Dunia Islam dan Dunia Barat yang masih ditafsirkan sebagai kelanjutan permusuhan keagamaan tadi. Hubungan sengit itu tidak hanya terdapat pada dataran politik, tetapi juga dalam bentuk-bentuk sikap ofensif dalam kebudayaan. (Madjid , 1992: 2)
Barat cenderung melihat gerakan keagamaan Islam tertentu mengandung elemen terorisme, meskipun kebudayaan kekerasan barangkali lebih dominan di dalamnya. Realitas politik internasional menunjukkan bahwa pandangan negative Barat terhadap gerakan keagamaan Islam tertentu sering menyatu dengan upayanya membela kepentingan politik dan ekonomi, bahkan struktur dominan tunggal ( Turmudi, 2005: 17).  Pemahaman teori HI Western yang tidak sesuai dengan kenyataan dari perspektif muslim. Hal ini disebabkan oleh “desakan teori HI Western terhadap negara, kekuasaan, dan kedaulatan” (Acharya dan Buzan, 2010:191).
Penerimaan umum terhadap metode, epistemologis dan ontologis dari teori HI Western sendiri telah memiliki kewenangan pengaruh dalam dunia Islam, yang terbukti dengan terikatnya sarjana-sarjana Islam dalam menjelaskan adopsi, penolakan, dan hibriditas mereka dan bukannya berusaha untuk mencari tahu kemungkinan perspektif lain dengan kembali ke sumber asli Al-Qur'an, Hadis dan Sunnah.
Sumber Teori Hubungan Internasional Islam
Islam memahami manusia dan memiliki tanggapan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan, dapat bertindak sebagai teori, hampir sama seperti yang berada pada filsafat politik barat mengenai manusia. Terdapat tiga sumber berbeda dalam dunia Islam dan bagaimana seharusnya Islam berinteraksi dengan orang lain (Acharya dan Buzan:2012) :
1.      Landasan dalam pemahaman Teori Hubungan Internasional Islam bersumber pada Al Qur’an , Hadist, Sunnah, ataupun Ijtihad,
2.      Adanya pemberontakan terhadap ortodoksi yang berlaku dan dipimpin oleh para pemimpin nasional,
3.      Adanya rekonsiliasi sebagai sebuah gerakan islamisasi untuk sebuah rekonseptualisasi ilmu sosial, dan ekstensi teori hubungan internasional.
Jadi sikap Islam dalam teori hubungan internasional adalah tegas normatif, karena  ilmu tidak hanya sebuah refleksi tentang apa yang ada tetapi juga tentang apa yang harus dilakukan. Konsepsi damai bertentangan dengan diktum realis bahwa perintah harus mendahului keadilan, berdasarkan premis bahwa keadilan tidak dapat dicari atau diterapkan dalam keadaan kacau. Dalam islam menentukan moralitas dan etika serta saling ketergantungan antara manusia, tuhan dan alam seharusnya mengganti alasan untuk mngejar kebahagiaan individu dan negara.

KESIMPULAN
Dunia Islam memang harus menyusul ketertinggalan startnya dari Barat dan beradaptasi dengan negara-negara bangsa dan sistem internasional, tetapi hal tersebut bukan sebagai tujuan utama, melainkan untuk mencapai tujuan akhir. Perspektif Islam sendiri memiliki tujuan yang besar untuk ‘kehidupan yang baik’.
Perspektif barat dengan perspektif Islam jelas berbeda, karena Islam berlandaskan pada Al Qur’an, Hadist, keadilan serta iman. Sedangkan barat mengutamakan negara, kekuasaan dan kedaulatan. Dalam menilai hubungan internasional Islam bersikap tegas normative, karena ilmu tidak hanya sebuah refleksi tentang apa yang ada tetapi juga tentang apa yang harus dilakukan.



REFERENSI
Turmudi, Endang, Riza Sihbudi. 2005. Islam dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
An Na’im, Abdullah Ahmed. 2007. Islam dan Negara Sekular. Bandung: PT Mizan Pustaka
Acharya, Amitav,Barry Buzan. 2010. Non-Western International Relation Theory Perspektive on and Beyond Asia. New York: Routledge
Madjid, Nurcholish.1992.  Islam dalam Hubungan Internasional. (Seminar International Forum Indonesia "Islam Menghadapi Abad ke 21", Jakarta, 23 Juli 1992)  Diupdated pada: Rabu 4 April 2001