Jumat, 27 Juli 2012

PENGARUH FILSAFAT SINTOISME TERHADAP NEGARA JEPANG

Nih Paper baru tadi sore di persentasikan,, langsung di upload dah, mna tau ada yg butuh :)


NAMA                       : SUKMIKA MARDALENA
NIM                            : 1101111494
MATA KULIAH      : PEMIKIRAN POLITIK TIMUR - KELAS A
JURUSAN                 : HUBUNGAN INTERNASIONAL
                                                                                                                                                                                                  
PENGARUH FILSAFAT SHINTOISME
TERHADAP NEGARA

1.      Sintiosme dan Negara
Shinto berasal dari kata Shin (Roh) dan To (Jalan). Jadi secara lafidzah Shinto berarti “Jalannya Roh”. Sedangkan Sintoisme adalah faham yang berbau agama yang di anut oleh bangsa Jepang.
Agama sekaligus tradisi ini muncul pada zaman prasejarah.Nama Shinto muncul setelah masuknya agama Buddha ke Jepang yang dimaksudkan untuk menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang. Pada abad 6 masehi agama budha masuk ke Jepang dari Tiongkok dengan melalui Korea. Satu abad kemudian agama itu telah berkembangan dengan pesat bahkan lama kelamaan agama itu dapat mendesak agama shinto akan tetapi karena agama shinto mengajarkan penganutnya untuk memuja dan berbakti kepada Raja maka Raja pun berusaha untuk melindunginya , sehingga apada tahun 1396 agama Shinto di tetapkan sebagai agama Negara yang pada saat itu agama Shinto mempunyai 10 sekte dan 21 juta pemeluknya.
 Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang mengandung politik religius bagi Jepang, sebab saat itu taat kepada ajaran Shinto berarti taat kepada kaisar dan berarti pula berbakti kepada negara dan politik Negara, kemudian agama Shinto bercampur dengan agama budha demikian pula dengan agama konghucu yang masuk ke Jepang langsung dari tanah asalnya kira kira pada abad pertengahan ke 7, Tentang pengaruh agama Buddha yang lain nampak pada hal-hal seperti anggapan bahwa dewa-dewa Shintoisme merupakan Awatara Buddha (penjelmaan dari Buddha dan Bodhisatwa), Dainichi Nyorai (cahaya besar) merupakan figur yang disamakan dengan Waicana (salah satu dari dewa-dewa penjuru angin dalam Budhisme Mahayana), hal im berlangsung sampai abad ke 17 masehi. Ahirnya ketiga agama itu bergandengan bersama sampai sekarang.
Sampai saat ini Shinto masih memiliki pengaruh dalam pemikiran Jepang dan memiliki peranan penting dalam menjaga keaslian tradisi Jepang dari pengaruh asing. Shinto sudah seperti tradisi bagi masyarakat Jepang yang berkembang menjadi sebuah agama. Walaupun perkembangan teknologi sangat maju dan percepatan modernisasi yang amat pesat di Jepang, namun nilai-nilai Shinto tidak pernah pudar. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak ada negara lain di dunia ini yang memiliki sistem kepercayaan primitif sekuat Jepang.
Di zaman modern ini Shinto berpengaruh pada perlunya kerjasama dan kolaborasi, dapat dilihat di seluruh kebudayaan Jepang bahkan hari ini. Dengan demikian, di perusahaan-perusahaan Jepang yang modern tidak ada tindakan yang diambil sebelum konsensus tersebut tercapai (bahkan jika hanya secara dangkal) di antara semua pihak untuk mengambil keputusan.
2.      Sintoisme dan Ekonomi
Dari uraian sebelumnya  tampaklah bahwa agama Shinto merupakan sistem kepercayaan dan peribadatan yang benar-benar hidup di kalangan rakyat Jepang dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka seperti yang terlihat dalam kegiatan-kegiatan keluarga, rukun tetangga dan hari-hari libur nasional Jepang. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap kepercayaan tradisional Jepang dan tempat agama rakyat, dalam kehidupan masyarakat Jepang modern yang termuat dalam laporan hasil penelitian yang diberi judul Nihonjin-no-kokuminsei (sifat nasional Jepang), maka pemujaan terhadap arwah nenek moyang menempati kedudukan utama dalam kehidupan masyarakat Jepang.
Jepang merupakan negara yang cerdas dalam memadukan antara modern dengan tradisional secara harmonis. Ini dapat dilihat dari sikap negara ini yang tidak hanya mengutamakan kemajuan teknologi, namun juga mengutamakan keunikan budaya yang tak akan tenggelam di tengah arus modernisasi.
Budaya Jepang dalam banyak hal berlandaskan pada semangat Confuciansime dan Shintoisme yang menjadi corak kehidupan sosial dan etos bisnis.
Setelah menelan kekalahan dalam Perang Dunia II pada abad ke-20, Jepang mulai mengadopsi teknologi barat dan menggenjot industry dalam negerinya. Sejak saat itu, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat dan menjadi salah satu negara pengekspor paling sukses di dunia. Selian itu kini Jepang merupakan negara industry yang terkemuka dengan iklim bisnis dan pasar terbuka yang ramah investasi dan perdagangan asing.
Meskipun Jepang mengalami proses modernisasi yang sangat cepat, namun itu tidak membuat kebudayaan tradisionalnya memudar sebab pola pola budaya dan tradisinya masing sangat kental mewarnai praktek dan hubungan bisnis.

3.      Konsep Shingaku
Shingaku merupakan sebuah gerakan yang dikemukakan oleh sesorang yang bernama Ishda Bagian (1685-1744). Ia memberikan ceramah umumnya pertama kali pada tahun 1729. Gerakan ini menarik banyak orang dari kelas perkotaan, ribuan dari mereka memadati tempat-tempat ceramahnya selama lebih dari seratus tahun, walaupun pengaruhnya juga mencapai kalangan samurai dan petani. Banyak cendekiawan Jepang menganggapnya sebagai salah satu gerakan yang mempunyai pengaruh terbesar pada moralitas rakyat awam pada era Tokugawa.
            Dalam usahanya mencari sebuah prinsip dasar, Ishida percaya bahwa langkah pertama dan terakhir dalam proses pembelajaran adalah untuk memahami hati manusia dan dengan demikian mendapatkan informasi tentang sifat manusia. Menurut Ishida, kita harus memanfaatkan kapasitas diri baik  spiritual maupun mental untuk mengatasi keinginan. Hanya ketika pikiran seseorang sedang kosong dan bebas dari hasrat manusia maka ia akan mampu  mengatasi ego dan keinginannya akan dan memungkinkan seseorang untuk melaksanakan tugas seseorang dalam kehidupan. Selain itu ajarannya  agar mengembangkan semangat pengorbanan diri terhadap penguasa , dan berbakti kepada orang tua.
Ia menilai semua ajaran-ajaran ini sebagai "metode mengosongkan pikiran" (kokoro wo migaku togikusa, sebagaimana dicatat dalam bukunya Tohi mondo), sehingga melihat pikiran manusia (kokoro) sebagai aktor sentral. Dia juga mempromosikan "cara berdagang" dan praktek sehari-hari cita-cita luhur seperti kejujuran dan berhemat. Sehingga secara tidak langsung mengajarkan bangsa Jepang untuk jujur dalam berdagang.


2 komentar:

Anonim mengatakan...

Mau koreksi sedikit :
Shintou dari Shin(dewa), tou(Jalan)
yang artinya jalan menuju dewa

Anonim mengatakan...

Mau koreksi sedikit :
Shintou dari Shin(dewa), tou(Jalan)
yang artinya jalan menuju dewa